Site icon PinterPolitik.com

Jokowi Dapat Akhiri Konflik Myanmar ?

Jokowi Dapat Akhiri Konflik Myanmar ?

Sah! Indonesia Resmi Jadi Ketua ASEAN 2023 (Foto: Pikiran.co)

Menurunnya perekonomian Myanmar dapat dimanfaatkan Indonesia untuk melakukan diplomasi ekonomi. Lantas, apakah Presiden Jokowi dapat memanfaatkannya untuk menyelesaikan konflik Myanmar?


PinterPolitik.com   

Indonesia baru saja diresmikan menjadi ketua ASEAN 2023. Ini bukanlah pertama kalinya, sebelumnya Indonesia sudah pernah menjadi ketua sebanyak tiga kali sejak awal berdirinya ASEAN di tahun 1976. Mandat ketua ASEAN secara resmi diterima oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Indonesia menerima keketuaan secara estafet dari Kamboja oleh Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen pada Minggu, 13 November 2022 saat upacara penutupan KTT ASEAN ke-40 dan 41 di Hotel Sokha Phnom Penh, Kamboja. Ini adalah ke empat kalinya Indonesia menjadi ketua ASEAN.

Dalam hal ini Indonesia resmi menjadi ketua ASEAN dengan mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth.” Melalui tema itu, Indonesia ingin menjadikan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan, sekaligus menjadikan organisasi regional yang mampu menjaga stabilitas dan perdamaian regional serta kawasan Asia-Pasifik. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan jika ASEAN perlu memperkuat sentralitas agar dapat menjadi stabilitas dan keamanan regional. 

Di sisi lain, ASEAN menghadapi masalah internal, yaitu konflik militer di Myanmar yang tak kunjung usai. Konflik yang masih berlangsung selama 60 tahun ini belum memunculkan titik terang. Peristiwa kudeta yang terakhir terjadi pada tahun 2021 menjadi sejarah kelam yang dialami oleh Myanmar itu sendiri. Konflik Myanmar tentu menjadi penghambat ASEAN terutama dalam mencapai tujuan yang akan dicapai oleh Indonesia pada masa kepemimpinannya itu.

Tetapi, di tengah kompleksitas geopolitik tahun 2023, ini adalah momentum Indonesia untuk menunjukkan kemampuan diplomasinya. Indonesia memiliki kekuatan soft power diplomacy yang tidak main-main. Kesuksesan perhelatan G20 hingga turunnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok pada tahun 2022 kemarin dinilai tidak terlepas dari gaya diplomasi Indonesia di era Presiden Jokowi. Mengingat di tengah-tengah kompleksitas geopolitik ini ASEAN harus memperkuat sentralitas dan menjaga persatuan regional supaya tidak terpecah dan terus memberikan peranan yang penting di wilayah Asia-Pasifik.

Lantas, dengan momentum keketuaan ASEAN 2023, apakah Indonesia mampu menyelesaikan konflik Myanmar di masa kepemimpinan Presiden Jokowi ?

Gunakan Diplomasi Ekonomi

Snyder dan Burton Sapin melalui tulisannya Foreign Policy Analysis menjelaskanbahwa setiap pemimpin memiliki fokus kepimimpinan yang berbeda-beda. Pemerintah akan mempersepsikan fokus utama politik luar negeri untuk negaranya. Melalui gaya kepemimpinan Presiden Jokowi yang dinilai cenderung berfokus ke ekonomi, maka penyelesaian konflik Myanmar pun tidak terlepas dari gaya diplomasi ekonomi dari Presiden Jokowi itu sendiri.

Gagasan di atas  juga didukung oleh pandangan neoliberal seperti yang disampaikan oleh Wiwiek Rukmi melalui tulisannya Diplomasi Ekonomi Indonesia di dalam Rezim Ekonomi G20 pada masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Melalui tulisannya, disebutkan bahwa situasi dunia yang kompleks akan selalu muncul peluang yang besar untuk menciptakan ketergantungan ekonomi, karena negara tidak akan mampu menyelesaikan krisis perekonomiannya sendiri tanpa melakukan kerja sama dengan negara lain.

Matthew Louis Bishop dalam tulisannya Has the Multilateral Fightback Begun menjelaskan bahwapasca krisis ekonomi global tahun 2008 dan 2009 banyak meningkatkan ketidaksetaraan dan kemiskinan yang membuat harapan adanya kerja sama dengan negara lain meningkat. Sebagaimana dalam tatanan organisasi regional ASEAN, komitmen yang kuat dan mendalam kepada multilateralisme dapat menyokong perekonomian regional maupun global.

Kehancuran perekonomian Myanmar akibat kekerasan dan kericuhan yang diakibatkan oleh kelompok militer dapat dijadikan sasaran utama diplomasi ekonomi Indonesia. Meskipun sikap Indonesia nantinya bertentangan dengan prinsip ASEAN, yaitu non interference – yang berarti negara-negara anggota tidak berhak mencampuri urusan negara lain, tetapi Indonesia bisa saja mengajak pertemuan bilateral bersama Myanmar dengan metode Funeral Diplomacy atau Quiet Diplomacy.

Apa yang Bisa Ditawarkan?

Dilansir dari Political Dictionary, istilah Quiet Diplomacy atau diplomasi diam-diam merujuk pada tindakan negara untuk mempengaruhi tingkah laku negara lain dengan tindakan diam-diam guna menghindari pembicaraan publik. Mengutip pernyataan Theodore Roosevelt di dalam artikel Political Dictionary, diplomasi diam-diam sering dilakukan oleh negara-negara berkembang untuk menghindari konflik yang semakin meluas.

Metode diplomasi ini pernah digunakan oleh AS pada masa pemerintahan George W. Bush di tahun 2007 kepada Presiden Venezuela Hugo Chaves.

Pada waktu itu, Bush melakukan kunjungan ke Venezuela untuk menemui Presiden Hugo Chavez dalam rangka meningkatkan kerja sama ekonomi, mengingat pada waktu itu Venezuela dilanda krisis ekonomi. Melalui kunjungannya, Bush menawarkan bantuan kepada Venezuela untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di sana. Luxemburger Wort dalam DW Documentary menilai tindakan Bush sangat tepat untuk memperkuat kepedulian di kawasan Amerika Latin. Bush juga menegaskan bahwa perekonomian yang maju akan memperkuat kedaulatan negara.

Lalu bagaimana dengan Indonesia ? Indonesia bisa saja mengikuti cara yang dilakukan oleh George W. Bush. Jika kita perhatikan secara seksama, ASEAN  mayoritas beranggotakan negara-negara berkembang. Jika ingin memperkuat sentralitas, Indonesia bisa melakukan metode diplomasi diam-diam dengan tujuan perekonomian seperti yang digunakan oleh Bush. Indonesia dapat memprioritaskan pemerataan infrastruktur Myanmar, hingga menawarkan bantuan perekonomian agar terwujudnya visi ASEAN dalam stabilitas perekonomian regional.

Terlebih, pendekatan ekonomi memang merupakan ciri khas dari Presiden Jokowi. Ketika diwawancara Reuters pada 1 Februari 2023, Presiden Jokowi juga mengungkap akan mengirim jenderal untuk berbicara dengan para pemimpin Junta Militer Myanmar.

Selain karena momentum keketuaan ASEAN 2023, Indonesia juga memiliki pengalaman berhasil melakukan transisi dari rezim otoriter menuju demokrasi.

Menurut editor The Diplomat, Sebastian Strangio, kuat dugaan sosok jenderal yang dikirim Presiden Jokowi adalah Luhut Binsar Pandjaitan. Seperti diketahui, Luhut adalah jenderal berpengaruh dan berpengalaman. Ketika menghadari World Economic Forum pada 19 Januari 2023, Luhut juga diketahui membahas persoalan Myanmar.

Sebagai sosok yang juga concern di masalah ekonomi, mengirim Luhut ke Myanmar sekiranya tepat. Melalui Luhut, Indonesia dapat menawarkan berbagai kerja sama ekonomi guna sebagai ikhtiar menyelesaikan – setidaknya mengurangi – konflik Myanmar.

Jika benar-benar dilakukan, pendekatan ekonomi yang dilakukan oleh Indonesia ddapat menjadi gaya diplomasi era Presiden Jokowi yang khas. Oleh karena itu, kombinasi metode diplomasi diam-diam dan perekonomian menjadi cara alternatif untuk mengentaskan permasalahan konflik di Myanmar. (R86)

Exit mobile version