Site icon PinterPolitik.com

Demi China, Palestina “Cuekin” Uighur?

demi china palestina cuekin uighur

Pertemuan Mahmoud Abbas dan Xi Jinping di Beijing. (Foto: AP/Jason Lee)

Pernyataan mengejutkan dikatakan oleh Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dalam kunjungannya ke Beijing beberapa hari lalu. Abbas menyatakan dukungan bagi China dalam menangani berbagai isu domestiknya, salah satunya isu Uighur. Abbas juga menyatakan bahwa di Xinjiang tidak ada masalah HAM, melainkan masalah terorisme. Lantas, apakah pernyataan Abbas merupakan bukti bahwa Palestina “meninggalkan” Uighur? Dan apa alasan dari kebijakan tersebut?


PinterPolitik.com

“Apa yang sudah disepakati secara politik, jangan pernah diperdebatkan secara estetis” Soekarno, Presiden ke-1 Indonesia

Mahmoud Abbas, Presiden Palestina, menyampaikan hal yang mengejutkan dalam kunjungannya ke Beijing beberapa hari lalu. Abbas menyatakan dukungannya pada China dalam kebijakan yang dilakukan oleh negara tersebut pada isu-isu nasionalnya. 

Salah satunya adalah dukungan pada kebijakan China soal etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya. China sendiri telah berulang kali disorot soal masalah tindakan represif dan diskriminatif kepada warga Muslim di sana. Bahkan, China diduga menahan jutaan masyarakat Uighur dalam sebuah penampungan, yang disebut oleh beberapa aktivis dan kelompok HAM sebagai “kamp konsentrasi”. 

Sementara itu, Mahmoud Abbas justru menyatakan bahwa masalah di Xinjiang bukan tentang HAM, tapi tentang terorisme, deradikalisasi dan anti-separatisme. Lebih lanjut ia juga menentang segala bentuk pengaruh dan campur tangan dari pihak eksternal dalam masalah ini.

Selain itu, ia juga mendukung China pada isu lainnya, seperti Taiwan dan Hong Kong. Menurut Abbas, pemerintahan China di bawah Xi Jinping adalah satu-satunya pemerintahan yang  “sah untuk memimpin seluruh China”. 

Namun, kenapa Abbas sampai harus menyatakan hal seperti itu? Dan bagaimana dampaknya pada hubungan antara China dan Palestina?

Kesepakatan Politik?

China, khususnya sejak zaman Mao Zedong, telah lama memiliki hubungan yang baik dengan Palestina. Negara tersebut mendukung pembebasan negara-negara “dunia ketiga”, di mana mereka ikut mendukung Palestine Liberation Organization (PLO).  

Meski juga ikut mengakui negara Israel, namun China pada zaman Mao Zedong memiliki kecondongan pada sisi Palestina, dan bahkan di satu sisi mendorong “penghancuran” Israel pada saat itu. Hal ini disebabkan karena China melihat Israel sama seperti Taiwan, yang diibaratkan sebagai basis “imperialisme” di Asia. 

Hubungan ini juga tetap erat pasca kematian Mao Zedong. Meski mulai membatasi dukungan mereka, terutama pada kelompok yang dianggap militan, namun bukan berarti China meninggalkan Palestina. Sebaliknya, China mendukung kemerdekaan Palestina yang dideklarasikan oleh Yasser Arafat di Aljazair. Namun, China juga mendorong kesepakatan Camp David atau David Accord.

Hubungan keduanya sendiri tergolong wajar, karena kedua negara memiliki kesamaan, yaitu sama-sama membenci Amerika Serikat (AS). Dan Israel dianggap sebagai salah satu negara bentukan AS. 

Meski begitu, kunjungan Mahmoud Abbas ke China kali ini diperkirakan bukan untuk tujuan strategis soal perdamaian Israel dan Palestina. Hal ini dapat dilihat dari ketiadaan delegasi Israel yang diundang China menunjukkan hal tersebut. Karena tentu untuk mencapai solusi tersebut, China harus mengundang kedua belah pihak.

China sendiri sebelumnya telah menoreh catatan tersendiri terkait Israel di Timur Tengah, dengan menjadi perantara dalam perdamaian antara Arab Saudi dan Iran. Pencapaian inilah yang dianggap tidak disukai oleh Israel, karena akan membuat posisinya bisa terjepit. Dan memang hubungan antara Israel dan China sedang “dingin”, di mana Israel menegaskan bahwa negaranya akan tetap dekat dengan AS soal kebijakan luar negeri. 

Baik Israel dan China sendiri sudah terlibat kebijakan “saling mengecam” satu sama lain. Ketika Israel mengecam kebijakan China di Xinjiang, China juga mengecam kebijakan Israel di Palestina, khususnya di Jalur Gaza. 

Menurut Tuvia Gering, seorang peneliti di pusat Guilford Glazer di Institut Israel untuk Studi Keamanan Nasional, langkah perdamaian tidak mungkin dimulai dalam waktu dekat. Di sisi lain, menurutnya, hal ini justru lebih menampilkan citra positif bagi China, yang kemudian bisa dianggap sebagai pembela Islam, terlepas dari kasus Uighur, melalui kedekatannya dengan Palestina

Lantas, jika pertemuan ini tidak memberi dampak progresif bagi kemerdekaan Palestina, kenapa Abbas tetap memilih mendukung China soal Uighur? 

Pilihan Rasional?

Palestina, sebagai sebuah negara pada akhirnya akan bertindak secara alami, yaitu berjuang untuk mendapat keuntungan maksimal bagi dirinya sendiri. Dan itu juga berlaku untuk perihal antara negara tersebut dengan China.

Palestina hingga saat ini masih berjuang untuk pengakuan atas kedaulatannya, yang bersengketa dengan Israel. Oleh karena itu, Palestina akan selalu berusaha menggalang dukungan dari setiap pihak. Tentu mereka telah mendapat dukungan absolut dari negara-negara Islam, tapi mereka akan selalu berusaha untuk memperluas dukungan itu. 

Kalau dugaan ini benar, maka kebijakan ini dapat kita analisis menggunakan teori pilihan rasional. Teori ini menjelaskan bahwa setiap pihak dalam menentukan langkah apa yang akan diambil pasti memiliki banyak pilihan. Dari beberapa pilihan ini terdapat poin-poin yang menjadi preferensi pihak tersebut, sementara sisanya akan menjadi alternatif bagi pihak tersebut. 

Untuk menentukan kategori preferensi atau alternatif tersebut, setiap pihak akan mengkalkulasikan untung rugi, kepentingan, dan berbagai implikasi dan manfaat yang timbul dari pilihan tersebut.

Seperti Palestina, meskipun ada ikatan yang kuat dalam segi keislaman antara Palestina dan Uighur, namun Palestina lebih mengambil sisi yang lain. Karena dukungan China sendiri pastinya sangat berharga bagi perjuangan Palestina. Apalagi, China merupakan salah satu negara yang memiliki hak veto di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). 

Selain itu, berbagai bantuan kemanusiaan berupa pangan, hingga obat-obatan, tentu dapat diberikan kepada Palestina nantinya. Sehingga, hal ini sudah cukup menjelaskan aspek rasional dari keputusan untuk mendukung China soal Uighur ini. 

Di lingkup PBB sendiri, Palestina pada 2019 lalu ikut menjadi salah satu negara yang mendukung kebijakan China soal Xinjiang. Dan pada 2020, Palestina ikut mendukung China di PBB soal Undang-undang (UU) keamanan nasional Hong Kong. 

China dibawah Xi Jinping sendiri memiliki rekam jejak yang baik soal berbagai bantuan yang diberikan pada Palestina dari segi materil. Contohnya seperti bantuan sebesar 50 juta Yuan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Palestina beberapa tahun lalu.

Well, meski terlihat “meninggalkan” Uighur lewat pernyataan Mahmoud Abbas, akan tetapi, sejatinya masalah Uighur sendiri masih belum jelas permasalahannya, dalam artian masih banyak perbedaan sudut pandang dalam menyikapi masalah tersebut. Ada yang mengatakan itu hanya propaganda AS saja, dan ada juga yang percaya bahwa sebenarnya China memang telah melakukan pelanggaran HAM disana. 

Apapun itu, semoga permasalahan yang ada di Xinjiang dan Palestina sama-sama menemui jalan keluar, dan semoga itu dapat dicapai lewat perdamaian dan musyawarah. Karena pada dasarnya, perdamaian adalah hak setiap orang untuk menikmatinya. (R87)

Exit mobile version