Beberapa hari lalu Amerika Serikat (AS) mengumumkan keputusan terkait pengiriman tank Abrams ke Ukraina. Pengumuman ini disampaikan beberapa saat setelah pengumuman Kanselir Jerman Olaf Scholz, terkait hal yang sama. Pengiriman tersebut menandai untuk kesekian kalinya bantuan diberikan, namun kali ini dengan skala yang lebih besar. Dengan serangkaian alutsista canggih yang dikirim, apakah itu mampu membuat Ukraina mengalahkan Rusia?
PinterPolitik.com
“Bahkan pedang terbaik jika dicelupkan ke air asin, maka akan berkarat” – Sun Tzu
Keputusan terkait bantuan persenjataan berupa tank kepada Ukraina terbilang mengejutkan. Pasalnya, meski Ukraina telah memohon akan bantuan tersebut sejak lama, baik Amerika Serikat (AS) hingga Jerman sempat menolak hal tersebut. Keputusan pengiriman tank dari AS dan Jerman dipandang sebagai solusi jangka panjang bagi Ukraina.
Langkah ini, menurut berbagai pihak, disebut sebagai langkah “persatuan” dalam upaya membantu Ukraina. Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak, misalnya, memuji tindakan Jerman sebagai “keputusan yang tepat.
AS akan mengirim tank dengan kekuatan satu Batalyon, yaitu 31 unit. Selain tank, AS juga akan mengirim kendaraan pemulihan M88 untuk mendukung operasional tank Abrams. Bersamaan dengan itu, Inggris juga akan ikut mengirimkan tank Challenger 2 dari British Army.
Jerman juga akan ikut mengirimkan tank Leopard 2 dengan jumlah sekitar 14 unit atau setara dengan kekuatan satu kompi. Tank tersebut akan diambil dari persediaan tentara Jerman, yang nantinya akan mencakup persediaan logistik dan pelatihan bagi tentara Ukraina.
Langkah Ofensif Paman Sam?
Pengiriman persenjataan ini menandai untuk kesekian kalinya negara-negara NATO, khususnya AS, memberikan bantuan bagi Ukraina. Sebelumnya, AS telah mengirimkan rudal HIMARS ke Ukraina. Untuk bantuan kali ini, AS mengucurkan sekitar USD400 juta, yang mencakup tank dan kendaraan pendukungnya.
Rusia, lewat juru bicara Presiden Vladimir Putin, menyatakan pengiriman tersebut sebagai upaya “provokasi terang-terangan”, dan menurutnya, kendaraan-kendaraan mahal itu akan “terbakar seperti sebelumnya”.
Presiden AS Joe Biden, yang berbicara di Gedung Putih menyatakan keputusan ini bukanlah sebuah langkah ofensif kepada Rusia. Tegasnya, selama tentara Rusia kembali ke negara asalnya, maka tidak akan ada ancaman ofensif.
Meskipun awalnya berencana untuk tidak menjadikan tank Abrams sebagai solusi di masa depan bagi Ukraina, AS akhirnya bersedia untuk mengirimkan tank Abrams setelah negosiasi dengan Jerman. Jerman sendiri bersikeras bahwa mereka hanya akan mengirimkan tank Leopard 2 jika AS juga mengirimkan Abrams.
Jerman sebelumnya menolak pengiriman ini. Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius selalu berusaha mengulur waktu, karena yakin hal ini akan membawa pro kontra bagi Jerman. Namun, kini Jerman telah merencanakan untuk pengiriman sekitar 2 Batalyon Tank, plus pelatihan bagi awak Ukraina akan didahulukan.
Menurut beberapa sumber, salah satunya International for the Study of War (ISW) , menyatakan ada kemungkinan Rusia akan kembali melancarkan serangan ofensif di musim semi pada wilayah Luhansk, Ukraina timur. Ancaman inilah yang menjadi salah satu faktor yang mendorong sekutu menyetujui pengiriman tank ke Ukraina.
Biden menyatakan, bantuan tank tersebut akan meningkatkan kemampuan Ukraina dalam mencapai tujuan strategis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Senada, Sekjen NATO Jens Stoltenberg meyakini bantuan tersebut akan meningkatkan kemampuan tempur Ukraina.
Di samping ketiga negara tersebut, prospek bantuan persenjataan bagi Ukraina diperkirakan akan terus meluas. Polandia, sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Ukraina, telah meminta izin Jerman untuk mengirimkan Leopard 2 ke Ukraina. Selain itu, Norwegia disebutkan juga bersedia untuk mengirimkan Leopard 2 ke Ukraina, meski belum diketahui berapa unitnya.
Dengan serangkaian bantuan alutsista tersebut, apakah Ukraina akan mampu mengalahkan Rusia?
Ukraina Jadi Superior?
Setelah konfirmasi akan pengiriman berbagai jenis persenjataan tersebut, Ukraina kini akan dihadapkan pada realitas logistik pertempuran. Bantuan persenjataan yang diterimanya bersifat heterogen, terutama dalam sistem persenjataan maupun elektronik. Tentunya, dengan perbedaan-perbedaan ini, maka setiap jenis persenjataan membutuhkan perawatan dan jalur logistik yang berbeda-beda.
Permasalahan logistik akan bertambah rumit apabila berkaitan dengan tank Abrams dari AS. Garis suplai yang panjang, karena melewati Samudra Atlantik menjadi persoalan. Karakteristik persenjataan AS yang membutuhkan beberapa komponen langsung dari AS menjadi persoalan lain yang harus diselesaikan.
Selain post-effect yang akan menghantui setelah menerima persenjataan, untuk proses pengiriman awal saja membutuhkan waktu berbulan-bulan. Menurut Wakil Sekretaris Pers Pentagon Sabrina Singh, AS membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mentransfer Abrams ke Ukraina. Hal ini disebabkan karena ketiadaan stok yang tersedia dalam stok mereka.
Selain itu, ada penekanan penting dari Mark Hertling, mantan perwira Angkatan Darat AS. Menurutnya, meskipun tank terlihat perkasa di luar, namun sekali terdapat kesalahan dalam perawatannya, maka tank tak ubahnya sebuah kotak kosong yang tak bergerak. Oleh karena itu, selain ketersediaan suku cadang, juga diperlukan pelatihan khusus bagi tentara Ukraina untuk mengawakinya.
Selain karena belum familiar dengan sistem persenjataan Barat, banyak Tentara Ukraina disebut lebih terbiasa dengan sistem persenjataan Soviet, sehingga memerlukan waktu dalam adaptasinya. Ini bisa disebut sebagai proses “westernisasi” militer Ukraina.
Dengan demikian, meskipun Ukraina mendapat beragam bantuan alutsista seperti tank, itu sekiranya tidak membuat Ukraina secara otomatis dapat unggul dari Rusia. Terdapat persoalan turunan, seperti suku cadang, perawatan, dan cara pengoperasian.
Poin ini mengingatkan kita pada pernyataan penulis AS Catherynne M. Valente: “Most people don’t like complexity. They would prefer the world to be simple.” Kebanyakan orang tidak menyukai kompleksitas. Orang-orang cenderung melihat dunia secara sederhana.
Membaca berita Ukraina mendapat berbagai bantuan alutsista seperti tank membuat banyak orang berpikir itu akan otomatis menambah daya gedor Ukraina. Tentu itu tidak salah. Namun, seperti pernyataan Mark Hertling, tanpa perawatan yang baik, tank-tank mahal itu hanya akan menjadi kotak kosong tak bergerak.
Itu persis seperti kutipan pernyataan Sun Tzu di awal tulisan. Pedang terbaik pun akan berkarat jika dicelupkan di air asin. Pada konteks Ukraina, kita dapat mengatakan, tank tercanggih pun akan tak berguna melawan Rusia jika tidak bisa dioperasikan.
Well, kita lihat saja apakah deretan bantuan tank itu akan diikuti oleh bantuan operasional seperti yang dijanjikan atau tidak. Jika tidak, maka secara objektif dapat dikatakan perang di Ukraina sepertinya akan menjadi perang berkepanjangan.
Beberapa pejabat senior AS sendiri memandang peperangan ini masih akan berlangsung lama, di mana keputusan pengiriman bantuan tank disebut sebagai “keputusan jangka panjang”.
Namun, tentu harapan kita semua sekiranya satu. Kita berharap perang ini lekas berakhir. Ini bukan hanya untuk Ukraina, melainkan juga untuk masyarakat dunia dan kemanusiaan. Mari terus berharap. (R87)