Site icon PinterPolitik.com

Tiongkok Lihai, Janji Luhut Sulit?

Tiongkok Lihai, Janji Luhut Sulit?

Foto: istimewa

“TKA berkurang karena sekolah Politeknik akan menempatkan mahasiswanya di sana. Bahkan saat ini, mereka (mahasiswa) sudah praktik lapangan juga di kawasan industri itu”. – Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Kemaritiman dan Investasi


PinterPolitik.com

Ngomongin soal Pak Luhut Binsar Pandjaitan dan isu Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok udah bagaikan makan kentang goreng pakai saus tomat. Nikmat tiada tara buat digoreng oleh media. Upps, tulisan ini termasuk menggoreng nggak sih? Hehehe.

Tapi, bukannya gimana-gimana ya, nama Luhut dan Tiongkok itu dua “komoditas” yang sangat seksi mengundang atensi masyarakat. Satunya jadi menteri yang paling kontroversial dan selalu disorot. Sementara yang satunya lagi negara yang emang udah jadi komoditas politik banget dengan berbagai dimensi sosial-politik dan ekonomi di dalamnya.

Nah, sebelumnya kan sempat ramai tuh soal kedatangan 500 TKA ke Sulawesi Tenggara yang mendatangkan penolakan dari publik saat itu. Isunya di-framing sedemikian rupa, sehingga kesan bahwa pemerintah saat ini menjadi “antek” – atau apa pun sebutannya – dari negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping tersebut menjadi kuat.

Apalagi Tiongkok kan jadi negara awal virus Covid-19 merebak. Jadinya emang berlipat ganda tuh resonansi isu yang timbul.

Pak Luhut sendiri dengan posisinya sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi jelas punya relasi yang sangat lekat dengan isu-isu yang seperti ini. Bukannya gimana-gimana ya, kata “investasi” di jabatannya itu udah jelas-jelas bakal berhubungan dengan isu-isu seperti TKA dan negara seperti Tiongkok.

Pertanyaan yang kemudian berkembang adalah mengapa masih harus ada pekerja asing dalam industri yang ada di Indonesia? Bukannya itu berarti justru merugikan masyarakat Indonesia karena harus “bersaing” untuk mendapatkan pekerjaan dengan para TKA tersebut?

Hal ini juga ditambah fakta bahwa jumlah TKA asal Tiongkok juga terus meningkat sejak tahun 2016 lalu. Tak heran banyak yang mempertanyakan kondisi ini. Apakah benar memang sumber daya manusia di Indonesia sebegitu tidak cukupnya, sehingga harus mempekerjakan para pekerja asing?

Konteks tersebut makin parah setelah ada pernyataan dari diplomat Tiongkok bahwa para TKA tersebut mendapatkan upah 10 kali lipat dibandingkan para pekerja lokal. Disebutkan bahwa dalam setahun seorang TKA asal Tiongkok bisa mendapatkan upah US$ 30 ribu atau sekitar Rp 434 juta rupiah.

Wih, banyak juga tuh upahnya. Biaya untuk merekrut TKA asal Tiongkok juga disebut 10 kali lebih besar dibandingkan pekerja lokal. Kan, jadi makin menyulut kontroversi.

Nah, Pak Luhut sendiri kemudian menjanjikan bahwa jumlah TKA Tiongkok ini akan terus berkurang, terutama di tahun 2023 mendatang. Wih, lama juga ya, masih sekitar 3 tahun lagi.

Tapi, dari persoalan ini sebetulnya menunjukkan kelihaian Tiongkok dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia. Selain berinvestasi alias memberikan uangnya – walaupun beberapa pihak ada yang menyebutnya malah dalam bentuk utang sebenarnya – negara tersebut ternyata tak mau begitu saja membiarkan Indonesia mengelola proyek-proyek yang disepakati.

Adanya pekerja asing dari negara tersebut adalah salah satu cara lain mengambil keuntungan tersebut. Kan lumayan juga kalau ada beberapa ribu angka pengangguran yang bisa ditekan lewat kerja sama yang digalang.

Hmmm, jadi mungkin kita perlu lagi lebih teliti nih ketika bikin kerja sama dengan negara lain. Bukan tidak mungkin nanti janjinya Pak Luhut malah nggak jadi-jadi terpenuhi. Soalnya, bagaimanapun juga negara tersebut tentu ingin meraih keuntungan yang semaksimal-maksimalnya kan.

Menarik untuk ditunggu kelanjutannya deh. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version