Site icon PinterPolitik.com

Tiongkok Ikutan “Curi” Indomie?

tiongkok ikutan curi indomie

Produk mi instan yang disinyalir berasal dari Tiongkok menyerupai produk mi instan asal Indonesia, Indomie. (Foto: TikTok/cayaa232)

Seorang warganet bercerita soal pengalamannya salah membeli produk mi instan di luar negeri. Mulanya ingin membeli Indomie, warganet tersebut malah membeli produk yang diduga berasal dari Tiongkok dengan kemasan menyerupai Indomie.


PinterPolitik.com

“That’s Pot Noodles and Indomie” – Headie One, “18HUNNA” (2019) 

Kita semua pasti tahu kalau agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia hanyalah enam – yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Namun, tampaknya ada satu “agama” lain yang terlupakan meskipun memiliki jumlah “pengikut” yang sangat besar.

“Agama” apa tuh ya? “Agama” apa lagi kalau bukan Indomie, guys? Hehe.

Tentu, ya, yang dimaksud di sini bukanlah “agama” as in agama yang sesungguhnya ya. But, sudah tidak diragukan lagi kalau mi instan merupakan jenis makanan yang “dipegang teguh” very dearly oleh orang-orang Indonesia – se-enggak-nya sebagai bagian dari identitas Indonesia.

Gimana nggak? Setiap kali muncul produk mi instan satu ini di berita atau produk populer asing, banyak warganet seraya berseru, “Ada Indomie, cuy!”

Apalagi nih, kalau negara-negara lain – seperti Nigeria – ikut mengklaim mi instan satu ini, warganet pasti siap siaga untuk melawan klaim tersebut dengan komentar, “Indomie is from Indonesia! 🇮🇩🇮🇩”

Nah, apa yang akan terjadi kalau sesuatu yang kita hold dearly sebagai bagian dari identitas kita ini ditiru oleh negara lain? Hmm, warganet sudah siap “war” kah? Kuy, guys!

Soalnya nih, baru-baru ini, viral sebuah video dari seorang warganet yang bercerita karena telah salah memilih produk di sebuah toko di luar negeri. Instead of mengambil Indomie, warganet tersebut mengambil sebuah produk mi instan yang diduga sebagai produk asal Tiongkok.

Hmm, kok bisa salah tuh? Ternyata, oh, ternyata, kemasan mi instan yang bertuliskan kata-kata “qiao mei ban mian” itu memiliki warna dan desain kemasan yang benar-benar mirip dengan Indomie – padahal pihak Indofood sendiri telah mengonfirmasi bahwa produk itu bukan dari mereka.

Waduh, apakah produk dari negara lain ini segera mengklaim – bahkan “mencuri” – identitas mi instan kebanggaan warga Indonesia? Hmm, bisa bahaya dong?

Actually, sebenarnya, kita juga perlu be wary sih. Soalnya, pencurian hak kekayaan intelektual (HAKI) seperti ini memang kerap terjadi – khususnya ketika insiden seperti ini terjadi secara lintas negara dalam perdagangan internasional.

Republik Rakyat Tiongkok (RRT), misalnya, kerap disoroti terkait persoalan ini karena dianggap kerap menjiplak produk-produk dari negara lain. Apalagi, hal ini kerap terjadi pada tahun 1990-an hingga tahun 2000-an awal.

Namun, imitasi yang kerap dilakukan oleh industri RRT justru menjadi alasan mengapa negara itu mampu mengembangkan produk-produk berteknologi canggih. Oleh Bruce McKern dan George Yip dalam buku mereka China’s Next Strategic Advantage: from Imitation to Innovation, strategi ini disebut sebagai “from imitation to innovation.”

Kenapa disebut “from imitation to innovation”? Jawabannya adalah karena memang begitu. Dimulai dari imitasi atas produk-produk asing, RRT akhirnya berhasil belajar bagaimana caranya untuk mengembangkan teknologi mereka sendiri – melahirkan produk-produk yang ternyata bisa lebih canggih daripada teknologi Barat.

Hmm, kalau gini caranya, Indomie bisa juga dong dikembangkan dan ditiru oleh negara lain. Bisa berabe tuh kalau ternyata strategi serupa diterapkan pada mi instan khas Indonesia – bisa-bisa malah “dicuri” negara lain. Waduh! 😱 (A43)


Exit mobile version