“Kasus mahalnya tiket pesawat ini lebih ke soal politis, mau siapapun menteri atau presidennya enggak akan mampu memaksa perusahaan menjual rugi tiket pesawatnya. Kecuali subsidi avtur gratis. Ingat Garuda setiap tahun sudah rugi Rp3 triliun,” – Rudi Valinka, pengguna Transportasi Udara
Berita duka menghampiri konsumen setia transportasi udara. Sebagaimana diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan izin maskapai untuk menaikkan harga tiket pesawat.
Kebijakan ini tertuang pada Keputusan Menteri (KM) Nomor 142 Tahun 2022 yang berlaku mulai 4 Agustus 2022. Maskapai dapat menaikkan 15 persen tarif untuk pesawat jet atau 25 persen untuk pesawat jenis propeller atau baling-baling.
Sekadar info, kebijakan ini merupakan revisi dari KM 68 Tahun 2022, yang memperbolehkan biaya tambahan 10 persen untuk pesawat udara jenis jet atau 20 persen untuk pesawat udara jenis propeller.
Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Nur Isnin Istiartono mengatakan peraturan tersebut hanyalah sebuah pedoman yang tidak bersifat mandatory, artinya, penetapan biaya tambahan bersifat pilihan bagi maskapai.
Anyway, bicara soal tiket, jadi teringat tiket dalam konteks politik ya. Dalam politik, istilah tiket juga digunakan untuk menggantikan istilah dukungan suatu partai kepada kandidat tertentu.
Mungkin masih ingat pernyataan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu, yang mengatakan partai politik (parpol) jangan berubah menjadi pedagang tiket untuk kandidat yang ingin mencalonkan diri.
Ungkapan Masinton ini sekaligus menjadi swabukti bahwa realitas tiket parpol itu memang nyata dalam panggung politik Indonesia. Hal ini juga tidak bisa disalahkan, karena semua itu terjadi disebabkan ada supply and demand antara parpol dan kandidat.
Mau nanya sih ke Pak Masinton, PDIP kan punya tiket juga nih? Nah, tiket PDIP kira-kira ikutan naik juga gak ya seperti tiket pesawat? Upss.
Hmm, kenaikan tiket pesawat ataupun tiket parpol membuat kita merenung tentang realitas bisnis penerbangan dan politik kita yang pada dasarnya memang mahal.
Tapi itu bukan masalah sih, soalnya kan nenek moyang kita seorang pelaut bukan pilot. Jadi kalau jalur udara mahal bisa pakai jalur laut yang penuh misteri. Hehehe. (I76)