Site icon PinterPolitik.com

Tatam Manifestasi Soekarno Zaman Now?

Tatam Manivestasi Soekarno Zaman Now?

Mohammad Rizky Pratama atau Tatam. Foto: Detik)

“Secara fisik dan tampang sekilas Tatam cukup mirip dengan Bung Karno, tapi popularitasnyya masih tertinggal jauh”- Hendri Satrio, Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI


PinterPolitik.com

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan alias PDIP menjadi partai berkuasa (the ruling party) pada Pemilu 2014 setelah 10 tahun menjadi oposisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini sedang dilanda guncangan dari internal partai. Hal ini dapat dilihat dari drama perseteruan dukungan kader, antara sang penerus takhta Puan Maharani dengan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo.

Di tengah perseteruan kedua tokoh ini, sebenarnya Megawati masih punya kartu truf untuk manampilkan orang ketiga yang mungin saja dapat mengubah konstalasi konflik yang bergejolak dalam tubuh Partai Banteng itu. Lalu, siapa kartu truf itu?

Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio mengatakan bahwa Megawati masih memiliki kartu truf di dalam diri Mohammad Rizki Pratama yang akrab disapa Tatam. Buat yang belum tahu, Tatam adalah anak sulung Mega dari pernikahan pertamanya.

Hendri menilai faktor wajah Tatam yang mirip dengan Soekarno mampu menjadi kunci pengurai benang kusut yang terjadi di PDIP saat ini.

Jika Tatam dapat muncul di hadapan publik, tentu hal ini akan membangun narasi yang lebih optimis tentang langkah PDIP ke depan. Dengan menggunakan strategi branding dan marketing politik, Tatam dianggap mampu menjadi the next Soekarno.

Tatam bisa gantikan Puan?

Ini penting karena seperti yang diketahui, telah lama Soekarno menjadi sosok yang dikultuskan. Tidak hanya oleh PDIP, melainkan juga banyak masyarakat Indonesia. Bahkan pesona Soekarno ini mampu menggerakan kembali semangat optimisme bangsa.

Suzanne Segerstrom dalam tulisannya Optimism is Associated with Mood, Coping, and Immune Change in Response to Stress, mengungkapkan bahwa optimisme adalah cara berpikir positif dan realistis dalam memandang masalah.

Tapi dalam realitas politik, alih-alih semangat optimisme dijadikan sebagai upaya untuk membangun kebaikan bersama, malah yang terjadi, sering kali pejabat publik terkesan lebih memanfaatkan sisi sebaliknya.

Di kasus yang berbeda, pesimisme publik ini dapat juga dilihat dalam konteks konflik Rusia-Ukraina, ketika Presiden Polandia Lech Walesa memberikan pernyataan kontroversial, yang menyebut Rusia adalah negara imperialis yang akan terus melakukan pencaplokan. Dengan nada pesimis, ia berandai-andai jika Rusia masih berdiri, maka tidak akan ada keamanan di dunia.

Bahkan Walesa percaya dalam setiap sepuluh tahun, orang seperti Presiden Rusia Vladimir Putin akan selalu muncul dalam sejarah dunia.

Pernyataan Walesa ini menarik karena mempunyai dua makna simbolis sekaligus. Pertama, makna pesimis yang telah dijelaskan di awal. Kedua, makna mistifikasi yang percaya terhadap kemunculan orang yang sama di tahun-tahun berikutnya.

Dalam konteks yang berbeda, kepercayaan tentang kehadiran orang yang sama di masa depan, sebenarnya mirip dengan konsep mahdiisme. Ini adalah sebuah pemahaman yang lahir dari rahim sejarah agama, namun kemudian bersinggungan dengan kebudayaan, termasuk di dalamnya terkait isu sosial dan politik.

KH. Abdurrahman Wahid dalam tulisannya Mahdiisme dan Protes Sosial, menafsirkan mahdiisme sebagai kisah munculnya Sang Mahdi yang akan menolong umat manusia dari tirani yang merajalela di mana-mana. Ia hadir untuk membasmi segala macam bentuk kejahatan.

Dalam konteks politik Indonesia, sosok Soekarno yang mempunyai kharisma kuat dalam ingatan bangsa ini, dapat dijadikan sebagai personifikasi mahdiisme. Hal ini juga yang dapat menjawab kenapa sering kali masyarakat lebih senang bernostalgia terhadap tokoh-tokoh masa lalu.

Sebagai tambahan, salah satu doktrin mahdiisme yang menarik terkait konteks ini yaitu cara pandang  bahwa Sang Mahdi merupakan manifestasi berwajah banyak dari fenomena tunggal.

Pertanyaannya adalah apakah optimisme politik itu bisa diwujudkan dalam diri Tatam yang juga dianggap mirip dengan Soekarno? Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (I76)


Mahatir dan kisah kaum globalis
Exit mobile version