Meskipun Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem telah menghasilkan nama-nama hasil voting Dewan Pimpinan Daerah (DPW), Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menyebut Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo yang dipilih paling banyak belum tentu terpilih menjadi bakal capres 2024. Lantas, apakah rakernas ini hanya sebagai ajang coba-coba Paloh?
Semua mata tertuju pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem yang telah memunculkan sosok yang akan diusung sebagai calon presiden (capres) pada Pilpres 2024 mendatang. Nama Anies Baswedan diusulkan 32 DPW, Ganjar Pranowo 29 DPW, Erick Thohir 16 DPW, Rachmat Gobel 14 DPW, dan Andika Perkasa 13 DPW.
Meskipun hasil voting dari 34 pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) menempatkan Anies sebagai pemilik suara teratas dan Ganjar pada posisi kedua, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan hasil voting belum tentu akan dipilih sebagai capres dari Partai NasDem.
Muncul pertanyaan, kenapa hasil voting rakernas yang awalnya tampak meriah dan ditunggu-tunggu bukan menjadi rujukan dalam mengambil keputusan NasDem? Bagaimana menjelaskan sikap politik Paloh ini?
Jawabannya terletak pada pola komunikasi politik Paloh yang terkesan paradoksal. Suatu narasi yang dibentuk dan disodorkan ke publik kerap kontradiktif dengan narasi sebelum atau sesudahnya.
Pesan pertama dibaca oleh publik bahwa rakernas akan memunculkan capres yang akan diusung NasDem, tapi setelah dilakukan tahapan voting dan telah mendapatkan hasilnya, muncul pesan baru yang kontradiktif dengan pesan sebelumnya.
Adi Prayitno, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, membenarkan bahwa Paloh sedang berparadoks ketika tidak menjadikan hasil voting mayoritas DPW sebagai penentu capres 2024 yang akan diusung.
Menurut Adi, terdapat dua hal yang menjadi pertimbangan Paloh untuk berparadoks. Pertama, pola komunikasi ini menjadi solusi agar NasDem dapat menjaga pemilih yang masih berjarak dengan Anies untuk tetap kondusif. Sampai saat ini, efek pembelahan Pilkada 2017 masih terasa dalam internal NasDem.
Kedua, Paloh dianggap masih mempertimbangkan kedekatan hubungan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Lagi-lagi ini persoalan Anies, karena sejauh ini arah politik Istana terlihat anti terhadap Anies. Jika tiba-tiba nama Anies muncul sebagai kandidat, maka ini akan berpengaruh pada psikologi politik antara Paloh dan Jokowi.
Hmm, dua alasan ini sebenarnya berpusat pada satu narasi, yaitu Paloh masih merasa tidak enak hati terhadap internal, maupun kepada Jokowi secara eksternal.
Waduh Pak Paloh rupanya bisa juga terjangkit “kontroversi hati”. Istilah kontroversi hati ini sempat dipopulerkan oleh Vicky Prasetyo dengan kata-kata yang hanya dimengerti oleh dirinya. Tapi jika digabungkan dengan KBBI, istilah kontroversi hati dapat bermakna perdebatan hati. Sebuah kondisi di mana rasa ajeg belum dimiliki oleh seseorang, sehingga yang muncul adalah perasaan dilema.
Kalau dipikir-pikir, apa mungkin Paloh sebenarnya telah melakukan tes ombak untuk melihat respons partai lainnya. Jadi, keluarnya tiga nama di Rakernas NasDem untuk memancing partai yang ingin menjalin komunikasi dan koalisi dengan partai biru. (I76)