“Pegang tanganku, bersama jatuh cinta,” – Kali Kedua, Raisa
PinterPolitik.com
Lama gak terdengar kisahnya tentang dualisme, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akhirnya kembali jadi berita. Jadi, beberapa waktu lalu, partai yang identik dengan lambang kabah ini baru saja melaksanan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) mereka.
Layaknya partai-partai lain, gelaran ini sebenarnya terkait erat sama agenda mereka yang akan melakukan suksesi kepemimpinan. PPP ini kan sampai saat ini belum punya ketua umum definitif. Setelah ketum mereka sebelumnya M. Romahurmuziy ditangkap KPK, mereka dipimpin oleh seorang Plt yaitu Suharso Monoarfa.
Nah, terlepas dari agenda suksesi tersebut, pemandangan unik soal dualisme partai ini terlihat di acara tersebut. Kan, kalau dengar acara PPP, pasti ada yang bertanya-tanya, ini acaranya PPP siapa? PPP Pak Suharso atau PPP Humphrey Djemat?
Ternyata, di acara tersebut perwakilan dari PPP kubu Humphrey atau kerap disebut PPP Munas Jakarta. Di sana misalnya ada sosok Sudarto Sekjen PPP versi Muktamar Jakarta.
Nah, apakah ini tanda-tanda kalau kedua kubu PPP ini akan melakukan islah?
Kalau kata Pak Sudarto sih, dia tidak lagi membicarakan islah. Loh kok gitu? Maksudnya, PPP sekarang itu sudah melebur jadi ya islah itu sudah jadi kesadaran bersama. Hal itu tuh ditandai dengan hadirnya PPP kubu Humphrey ke acara yang panitianya adalah PPP kubu Pak Suharso.
Nah, ini mungkin yang ditunggu-tunggu sama banyak pemilih PPP di Indonesia. Masa sih, mereka harus terus-menerus dihadapkan dengan dualisme? Kalau misalnya ada yang mau berlaga di Pilkada, mereka pasti bingung, ini perwakilan PPP-nya siapa?
Sayangnya, belakangan kabar itu justru dibantah oleh kubu Muktamar Jakarta. Katanya, Pak Sudarto itu udah dipecat dari posisinya sebagai sekjen. Tidak hanya itu, kubu ini juga kemudian membantah kalau sudah terjadi islah.
Waduh, kalau melihat perolehan suara PPP di Pileg lalu, mungkin sebenarnya sudah waktunya partai tersebut untuk islah atau apapun istilahnya. Coba kita lihat, masa sih partai yang sudah bercokol sejak Orde Baru perolehan suaranya cuma 4,52 persen?
Itu angka yang lumayan deg-degan kalau melihat parliamentary threshold pemilu lalu yaitu 4 persen. Lha, gimana kalau misalnya ambang batas suara itu dinaikkan ke angka lima persen atau lebih? PPP gak lolos dong ke parlemen?
Makanya itu, sepertinya sudah waktunya PPP untuk islah atau apapun istilahnya. Kalau kedua kubu gak menyelesaikan perkara ini, potensi pecah suara jadi lebih besar. Lebih parah, gimana kalau kubu PPP yang dianggap gak sah oleh otoritas memilih bergabung dengan partai lain? Bisa berkurang lagi dong suara partai ini. (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.