“How many centre-halves can you name who actually like defending? Vidic liked it. He loved the challenge of sticking his head in there” – Sir Alex Ferguson, mantan Manager Manchester United
PinterPolitik.com
Kalian pernah lihat pertandingan sepak bola lawas? Ya, gak lawas-lawas banget sih, paling sekitar tahun 2010-an gitu deh. Kalau pernah, pasti tahu kan, jajaran pemain belakang klub elite Eropa yang kualitasnya sangat mencengangkan striker lawan.
Nah, dari nama-nama yang mentereng itu, terselip sosok Nemanja Vidic, pemain gempal penjaga lini pertahanan Manchester United (MU) yang layak dibicarakan karena nanti ada sangkut pautnya dengan pembahasan. Penasaran? Monggo disimak.
Vidic dikenang para fans sebagai center back yang agresif, kokoh kayak semen, dan anti-ketakutan. Maklum saja karena dia dulu sempat berada di dunia militer. Kalau sudah duel sama striker mana pun, dia sudah gak mungkin gentar.
Tapi, ‘setiap orang punya kekurangan’, pun demikian halnya dengan Vidic. Ingat saat dia diobrak-abrik sama Messi atau Torres? Begitulah, memang si Vidic ini sebab terlalu jangkung, jadi kelabakan sama striker yang mahir memanfaatkan ruang sprint.
Meski begitu, Vidic sangat dipuja terutama pada skill tekel. Sebelum menekel, Vidic sudah harus yakin bahwa keputusan tekelnya ini gak akan gagal dan itu bergantung pada analisis jarak antar pemain, serta kualitas dribling dan diving lawan. Semua itu harus dilakukan cepat.
Begitulah cerita tekel dari lapangan sepak bola. Lantas bagaimana kalau tekel ini ditaruh di politik?
Coba kita lihat sepak terjang Bapak Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta yang sangat kuat pertahanan diri dari serangan dua Menteri Koordinator (Menko), yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut B. Panjaitan.
Kalau kebanyakan orang melihat pemimpin ini sebagai striker, mimin justru memosisikan pemimpin sebagai defenderyang kokoh dalam bertahan dan pandai membuang bola ke depan, cuy. Itulah strategi Pak Anies. Lagian kalau diamati memang wajah Vidic dan Pak Anies agak sama, nih: sama-sama murah senyum tapi bahaya kalau sudah di arena pertandingan. Hehehe.
Baru kemarin, ada gonjang-ganjing saat doi didesak oleh kedua menteri yang kekuatannya sudah kuat mengakar di Indonesia (banyak buku yang jelasin dua menteri ini, dibaca aja ya), agar ibu kota segera melonggarkan ikat pinggang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), mengingat kasus Covid-19 sudah mulai menurun.
Kedua menteri itu bahkan akan melakukan tindak tegas dan instruktif kepada Pemerintah Ibu Kota agar melonggarkan beberapa fasilitas publik. Wadadaww, serangan ke jantung perlawanan nih kelihatannya.
Ya, namanya Pak Anies Baswedan yang sudah paham juga tentang jarak politiknya dengan pusat, dan sudah membaca skill dribling (kekuatan mainin isu) serta diving (maksudnya ngadu ke atasan) dari dua menteri ini, maka bisa aja tuh doi nanggepin-nya. Bahkan, doi tidak takut sama sekali, cuy.
Lebih-lebih, Anies Baswedan sampai bilang seperti ini, gengs, “Jadi, adanya peristiwa penurunan beberapa hari ini tidak boleh diartikan sebagai sudah selesai. Ini belum selesai. Jakarta belum merdeka dari Covid-19. Kita masih harus bertempur melawan Covid-19 karena belum merdeka dari Covid-19, maka jangan kendor.”
Buset, tekel keras tuh. Ibarat bola, duo menteri ini lagi giring nih, ngerasa percaya diri abis, eh dari samping bola bisa dicuri oleh Anies. Secara praktik, pengendali permainan dan yang dapat tepuk tangan sudah pindah orang. Kenapa? Sebab Anies Baswedan paham bahwa psikologi massa adalah bolanya, bukan kekuatan istana.
Cerdas dan kuat, bukan? Ya iyalah, Anies lawannya cuma duo menteri yang gaya mainnya grusa-grusu kayak Drogba. Coba kalau Anies ngadepin pemain yang kayak Torres, misal Ahok gitu, ya permainan akan beda cerita. Upsss, keceplosan. Hehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.