“Kebijaksanaan adalah seni membuat titik tanpa membuat musuh” – Sir Isaac Newton, Ahli Matematika asal Britania Raya
PinterPolitik.com
Gengs, dalam setiap film pasti ada karakter yang sangat dibenci oleh penonton, kan. Beberapa dibenci karena memiliki sikap yang hobi menabuh genderang perang atau permusuhan. Misal nih kalau boleh mimin contohkan, di film Game of Thrones, barangkali Cersei Lannister menjadi karakter yang paling dibenci oleh penikmat series keluaran HBO ini.
Cersei memang pantas menerima itu. Selain sebab dia sangat rakus pada kekuasaan, juga hampir separuh karier politiknya dihabiskan buat nyari lawan.
Lihat saja manakala dia secara sporadis menantang House of Stark di wilayah utara kerajaan. Belum lagi tindakannya ke House of Tyrell yang benar-benar parah. Semua itu praksis membuatnya kehilangan reputasi meski berada di kursi kekuasaan sekalipun.
Memang sih Cersei begitu, sebab kebawa sama misi keluarga untuk sukses di panggung politik. Tapi, tetap saja, mengibarkan bendera perang tidaklah dibenarkan. Kenapa? Ya, sebab politik itu seni mencari kolega supaya mulus kepentingannya.
Kalau sampai kebanyakan lawan, yang ada malah reputasi menurun pun gagal fokus sama pekerjaan karena sibuk ngeladeni pertikaian. Benar kan, cuy?
Setidaknya, cerita itu perlu dipahami oleh Bu Sri Mulyani, Menteri Keuangan (Menkeu) kita. Sayang sekali, Bu Menkeu yang cerdas mengelola keuangan negara tersebut kurang cakap menghentikan laju statement-nya, sampai-sampai menyentil aib utang negara-negara Islam lain.
Sebenarnya, mimin sadar sih bahwa wajar kalau Bu Menkeu mengumbar utang negara di luar Indonesia supaya bisa membandingkan kondisi. Lagian juga, di ruang kelas ilmu politik, sering banget ada pernyataan perbandingan dalam kajian komparasi politik.
Namun, perlu diingat ya, cuy, bahwa beda ruang negara dengan ruang ilmiah. Analoginya, mimin di ruang ilmiah bebas mau berdebat dengan siapa saja tetapi, saat di ruang umum, tentu harus menyesuaikan dengan tata susila yang ada.
Nah, sama halnya dengan Bu Menkeu ini. Tidak mengapa kalau doi membandingkan utang ini di ruang staf kementerian yang pada ahli mengkaji kebijakan, asal jangan diucapkan di publik. Soalnya, bisa aja itu punya potensi didengar pihak lain dan negara bersangkutan yang bisa saja marah.
By the way, mending kalau mau membandingkan ya sama negara-negara yang kondisi keuangannya lebih sehat kan bisa. Setidaknya bikin terpacu gitu lho. Secara mimin pernah dengar orang bijak berkata bahwa soal prestasi harus melihat yang lebih tinggi.
Mimin khawatir saja sih kalau sampai publik menilai apa yang dilakukan Bu Sri Mulyani mirip orang yang frustrasi karena sering diserang ragam opini, terutama dari sesama elite politik. Mimin lho yakin kalau Bu Menkeu sebenarnya sudah tahu siapa elite yang kerap menyerang hutang Indonesia lewat opini cerdasnya.
Dan, mimin juga yakin kalau Bu Menkeu meladeni pasti nggak kalah debat deh. Tapi, ya buat apa sih menghabiskan tenaga buat perang mulut. Belum lagi kalau ternyata para duta negara-negara Islam yang disentil tersebut telinganya panas, bisa berabe masalahnya.
Apa Bu Sri Mulyani mau ketambahan musuh dari negara lain? Tidak kan pastinya. Sudahlah, Bu, kalau memang opini di luar itu nggak menyehatkan, jangan ditanggapin. Sedang soal utang, nggakpapa kok kalau situasinya dirasa kepepet –asal jangan sampai melebihi jumlah yang diamanatkan undang-undang, ya, Bu. Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.