“Masih kurang 131.000 dikurangi 57.722, yaitu 73.278 KK yang tidak dapat apa-apa. Atas dasar vicon (video conference) dengan bapak Mensos, beliau membolehkan (dibagi dua bantuannya) asal dilakukan di level kabupaten”. – Achmad Husein, Bupati Banyumas
PinterPolitik.com
Masih hangat di ingatan publik ketika Presiden Jokowi mengumumkan akan adanya bantuan jaring pengaman sosial – istilah keren untuk bantuan sosial gitu – yang akan diberikan kepada masyarakat menengah ke bawah yang terdampak Covid-19.
Nah, bantuan ini ternyata masih menyimpan misteri sekaligus masalah. Misterinya adalah apakah negara benar-benar punya duit untuk dipakai sebagai bantuan. Sementara masalahnya adalah di beberapa tempat, bantuan sosial ini dianggap tak tepat sasaran dan bahkan tak menjangkau semua pihak yang membutuhkan.
Salah satu persoalan yang mulai terlihat misalnya yang terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Bantuan dari pemerintah disebut hanya mencukupi untuk 57 ribu masyarakat yang membutuhkan. Padahal, di kabupaten tersebut terdapat total 131 ribu kepala keluarga yang seharusnya mendapatkan bantuan tersebut akibat kondisi ekonomi mereka yang masih sulit.
Makanya, sang bupati sempat tuh melempar wacana untuk membagi dua bantuan yang awalnya akan diterima Rp 600 ribu per kepala keluarga per bulan, menjadi hanya Rp 300 ribu per bulan. Soalnya, kalau hanya sebagain yang nerima utuh, beh bisa dipastikan ada lebih dari separuh yang protes dan menderita.
Tapi ganjalannya akan ada benturan dengan aturan perundang-undangan yang ada. Akibatnya, sang bupati suatu saat bisa saja terkena dampak hukum kalau kebijakan itu diambil.
Duh, bantuan ini emang beneran nggak mencukupi atau data pemerintah yang emang bermasalah sehingga nggak menjangkau semua masyarakat, termasuk yang di kelas paling bawah?
Kalau kemungkinannya adalah “kebohongan data”, maka boleh jadi persoalannya bisa diatasi dengan melakukan koordinasi dengan kepala daerah atau stakeholders yang langsung bersentuhan di masyarakat.
Persoalannya kalau yang terjadi sebenarnya adalah pemerintah nggak punya duit cukup untuk membiayai semua program jaring sosial tersebut. Kalau ini yang terjadi, beh udah bisa dipastikan bakal makin parah ujung persoalan ini.
Apalagi, data pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini hanya menyentuh angka 2,9 persen. Perbedaannya jauh banget dibandingkan prediksi Menkeu Sri Mulyani yang sempat bilang angkanya ada di kisaran 4,6 persen.
Makanya, jangan-jangan program bansosnya Pak Jokowi ini kayak membangun istana pasir gitu. Bentuknya keren. Desainnya keren. Tapi sayang, karena basisnya nggak kuat, begitu kena angin atau air langsung rubuh deh.
Pemerintah memang seharusnya jujur aja ke masyarakat deh kalau memang lagi nggak punya banyak duit. Itu bisa menjadi penggerak dan membangkitkan solidaritas di masyarakat. Masyarakat jadi nggak perlu bertanya-tanya terkait siapa yang korupsi anggaran, siapa yang bikin kebijakannya, dan lain sebagainya.
Presiden Jokowi sendiri pernah bilang gini dalam salah satu pidatonya: “Percayalah kita bangsa besar, kita bangsa petarung, bangsa pejuang. Insyaallah kita bisa, insyaallah kita mampu menghadapi tantangan global yang berat ini”.
Nah, kalau pemerintahnya nggak bisa menjaga kepercayaan masyarakat dengan transparansi kebijakan, bagaimana mungkin masyarakat bisa percaya pada semua kebijakan yang dikeluarkan.
Mikir – begitu kata Cak Lontong. Uppps. Ampun, Cak. Hehehe. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.