Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dianggap jadikan kementeriannya layaknya partai politik (parpol). Hal ini dikaitkan dengan dugaan Erick akan berlaga pada Pilpres 2024 mendatang. Lantas, apakah ini bukti bahwa lembaga negara memainkan fungsi partai politik?
Masuknya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam bursa pencalonan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 banyak mendapat perhatian. Anggapan ini muncul karena Erick bukanlah politisi yang mempunyai partai politik (parpol) sebagai alat pencalonannya.
Parpol idealnya dianggap mampu menjadi instrumen untuk memoles tingkat popularitas (keterkenalan), akseptabilitas (keterimaan), dan elektabilitas (keterpilihan).
Namun menariknya, fungsi parpol ternyata bisa loh bisa diambil alih oleh lembaga lain. Ini berkaitan dengan banyak spekulasi kalau Erick menggunakan BUMN sebagai alat politik untuk memuluskan niatannya maju di 2024.
Yulian Gunhar, anggota Komisi VII DPR RI, mengatakan sikap Erick yang jadikan BUMN layaknya parpol, tentu akan merusak citra BUMN sebagai entitas bisnis yang harus dijauhkan dari kepentingan dan spekulasi politik.
Politisasi BUMN akan berpengaruh terhadap daya saing dan potensi BUMN yang tidak lagi profesional. Asumsi ini juga dikaitkan dengan cita-cita Jokowi yang sejak awal ingin kementeriannya diisi oleh orang-orang yang profesional. Erick bukan berasal dari parpol, ia diharapkan membawa semangat profesionalisme dalam tugasnya sebagai menteri.
Ditakutkan BUMN menjadi kendaraan politik Erick untuk memoles citranya. Ini yang membuat banyak orang berpendapat bahwa BUMN sudah menjadi parpol, tetapi dalam pengertian yang berbeda, mungkin lebih tepatnya seperti shadow party.
Shadow party atau partai bayangan menggambarkan fungsi partai yang terwujud pada sesuatu yang bukan partai. Istilah ini terinspirasi dari konsep bayangan yang ada dalam gim Shadow Fight 3 besutan developer Nekki.
Gim ini memperlihatkan bahwa “bayangan” rupanya punya kekuatan melampaui kekuatan normal manusia. Filosofi bayangan dalam gim ini menggambarkannya sebagai entitas alami manusia yang sering dilupakan tapi punya kekuatan besar.
Dalam politik, konsep seperti ini juga bisa terlihat ketika institusi resmi negara berubah menjadi alat untuk mengagregasikan dan mengartikulasikan kepentingan politik. Padahal fungsi agregasi dan artikulasi seharusnya dilakukan oleh parpol.
Bahkan jika benar lembaga negara dapat dijadikan layaknya parpol, ini akan membuatnya menjadi kekuatan yang sulit ditebak. Sumber daya yang dimiliki lembaga negara tersebut kemungkinan rentan untuk disalahgunakan.
Well, pada akhirnya bukan hanya relawan yang belakangan ini menggeser fungsi parpol untuk memoles citra dan menggalang dukungan politik seorang tokoh. Lembaga negara seperti kementerian rupanya juga dapat bertransformasi untuk mengambil alih fungsi kepartaian itu. (I76)