Site icon PinterPolitik.com

Sengkarut di Balik Bansos Corona

Sengkarut di Balik Bansos Corona

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kritik data dari pemerintah pusat. (Foto: Radar Tegal

“But even if you take all their statistics and carry the two. Even if you rounded up the numbers and rounded the troops. There’s still nothin’ they could really do” – Drake, penyanyi rap asal Kanada


PinterPolitik.com

Dalam sepak bola, tidak peduli sehebat apa pun Anda, komando harus ada di satu kepala. Gak boleh dua atau tiga, kecuali ada hal lain, misal cedera. Itu sepak bola, yang cuman di lapangan saja, belum lagi kalau urusannya memikul wilayah. Nah, harusnya mbok ya pemerintah kita belajar dari olahraga yang murah meriah namun bisa bikin riang gembira itu, cuy.

Ambil saja masalah terbaru nih, yaitu saat antara lini dalam tim tetek-bengek Bantuan Sosial (bansos) dalam rangka pandemi virus Corona (Covid-19) gak kompak sama sekali soal pendataan. Lini pemerintah pusat yang diwakili oleh Menteri Sosial Juliari P. Batubara sudah bilang kalau soal pendataan ini dikembalikan ke pemerintah daerah.

Namun, pemerintah daerah, seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, bilang kalau ternyata pemerintah pusat ini juga tidak jelas mendudukkan perkara pendataan ini, gengs. ” Badan Pusat Statistik (BPS) punya survei sendiri, Kementerian Sosial (Kemensos) punya survei sendiri, Kementerian Desa juga punya survei sendiri. Itu jadi salah satu masalah di Indonesia yaitu ketidaksinkronan data antara pusat dan daerah,” ujar Kang Emil. Hadeuh, kok serumit ini ya, cuy?

Kasarnya nih, Kang Emil mau ngomong – tapi mungkin segan kali ya, sebab jaga etika pejabat – kalau ternyata pemerintah pusat bukannya membantu pemerintah daerah buat menyalurkan Bansos sampai tingkat terbawah tetapi malah tambah bikin riweuh urusan saja.

Ada benarnya juga. Coba deh bayangin, semua lembaga kan punya data, terus kira-kira data mana yang akan dipakai oleh pusat buat menentukan warga yang layak menerima bantuan? Kalau misal gak jelas begini, kan repot, terutama bagi pemerintah daerah dan desa.

Kenapa? Ya sebab warga pastinya easy going banget mau dari mana saja bantuan itu, pokoknya rujukannya tetap pemerintah yang mudah dijangkau, seperti Pak Lurah dan Pak Kades. Kalau aparat desa pusing, lari ke Pak Camat.

Kalau kecamatan pusingnya tujuh keliling, ya ke Bupati. Bupati migrain mikir, langsung aja berangkat ke Gubernur. Nah, Gubernur punya tanggung jawab besar nih, berarti harus curhat minta kebutuhan ke pusat. Sementara, pusat datanya saja gak jelas. Hadeuhh, begini amat ya nasib.

Belum kelar urusan itu, muncul berita kalau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) minta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua agar membenahi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebab ada yang tidak match dengan data di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ya, oke, gak masalah, bahkan bagus deh kalau KPK perhatian begitu – sesuai job-nya untuk mengawal pundi-pundi uang negara.

Juru Bicara (Jubir) KPK Ipi Maryati bilang begini, “KPK juga mengingatkan agar mekanisme pemberian bansos dapat mengantisipasi terjadinya duplikasi bantuan ataupun penyaluran bantuan fiktif.” Hmm, syahdu dan klise gak sih?

Pasalnya, KPK juga mbok yo paham kalau Pemprov di seluruh republik ini pada cenut-cenut kepalanya sebab bingung mau mengacu data pusat yang mana. KPK kan bilangnya mengacu pada data Kemendagri, tapi coba dilihat, Kemensos dan BPS saja punya data masing-masing.

Oke, sekarang mending pada balik ke paragraf awal, belajar keterpaduan antar orang dalam sepak bola. Lihat, misal di Manchester United era 2004. Meski di setiap posisi ada pemain bermental pemimpin, seperti Neville, Giggs, sampai anak muda bernama Rooney, tetapi tetap saja komando strategis harus dipegang oleh sosok Roy Keane.

Nah, coba deh pemimpin yang baik-baik ini berpikir demikian. Kalau mau mudah, sudah, pakai saja data BPS aja, biar gak nganggur sehabis sensus kemarin, kan? Terlebih, BPS itu sebuah badan setingkat menteri yang mempunyai kuasa besar terkait dunia pendataan, gengs. Harusnya, terkait validitas data sudah teruji secara klinis alias verified. Kalau data doi hanya sebatas untuk sensus saja, kan mubazir, cuy.

Padahal, jika survei dilakukan secara serius dan saksama oleh BPS, kementerian lainnya bisa menghemat anggaran dengan tidak usah melakukan survei data lagi. Pakai saja single data dari BPS, kan lebih enak dan praktis. Pemerintah daerah dan pusat tenang, warga pun senang. Hehehe. (F46)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version