Site icon PinterPolitik.com

SBY Turun Gunung, AHY Ngapain?

SBY Turun Gunung, AHY Ngapain?

Susilo bambang Yudhoyono dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). (Foto: jabarekspres.com)

“Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil,” – Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat


PinterPolitik.com

Pekan ini seolah genderang perang telah ditabuhkan. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut ada upaya mengarahkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 berjalan tak adil, alias penuh kecurangan.

SBY juga menyebut ada dugaan Pilpres 2024 mendatang hanya diikuti dua pasangan calon tertentu. Atas dasar itu, SBY berencana “turun gunung”.

Merespons pernyataan tersebut, peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (NET GRIT), Hadar Nafis Gumay menyebut kekhawatiran SBY berasalan dan punya potensi akan terjadi.

Hadar juga menduga bahwa pernyataan SBY tidak berdiri sendiri. Artinya apa? SBY sebenarnya merespons pernyataan lain yang telah mengarah bahwa Pilpres 2024 akan “di-setting” dua calon saja.

Sedikit memberikan konteks, sebelumnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto pernah memberikan ide bahwa jumlah kandidat di Pilpres 2024 idealnya hanya dua.

Kemungkinan besar pernyataan Hasto ini yang memicu tafsiran kalau akan muncul setting politik saat pelaksanaan Pilpres 2024 mendatang. Secara bersamaan, juga memicu SBY mengucapkan kalimat “turun gunung”.

Jokowi Cuma Lanjutkan Proyek SBY?

Jika kita simak, tercatat telah dua kali SBY mengungkapkan istilah turun gunung di hadapan kader dan simpatisan partai berlambang merci itu.

Ungkapan turun gunung pertama kali terdengar ketika Partai Demokrat mengalami konflik internal pada Februari 2021. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara terang-terangan menyebut Partai Demokrat akan dikudeta.

Sebagai salah satu pendiri partai sekaligus sebagai bapak biologis AHY, SBY langsung turun tangan mengatasi konflik yang disebutnya sebagai Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GKP-PD).

Anyway, secara historis, istilah turun gunung pada mulanya sering digunakan untuk cerita dunia persilatan. Biasanya, seorang pendekar silat akan keluar dari pertapaannya alias turun gunung untuk sesuatu kepentingan yang lebih besar, sebut saja untuk menyelamatkan dunia.

Kini, istilah turun gunung sering digunakan dalam lingkup kepentingan politik. Sebut saja para sesepuh politik, yaitu mereka yang sudah sekian lama menepi dari urusan politik, merasa perlu kembali turun mengelola politik karena terjadi persoalan yang serius.

Kembali ke konteks SBY turun gunung, sebenarnya dapat juga dimaknai dalam bentuk lain. Semisal ketidakpercayaannya terhadap AHY dalam menyelesaikan permasalahan partai.

Dedi Rianto Rahadi dalam bukunya Perilaku Organisasi, menjelaskan bahwa salah satu ciri ketidakmampuan individu dalam mengembangkan bakatnya terlihat ketika pekerjaannya harus diambil alih oleh level di atasnya.

Pengelolaan organisasi bersandar pada seni mengelola sumber daya manusia, terutama dalam hal penanganan konflik, kepemimpinan, dan perubahan organisasi yang terus berubah dan dinamis.

Di sinilah sebenarnya ada persoalan lain jika SBY lebih sering turun gunung. Suka atau tidak, ini akan muncul opini kalau AHY dianggap masih belum mampu mengelola organisasi besar seperti Partai Demokrat.

Hmm, jadi kepikiran kalau SBY turun gunung, mungkin AHY saat itu sedang naik gunung untuk melakukan latihan. Jadi kayak ganti pemain gitu. mungkin bisa disebut kalau ini bukti kekompakan ayah dan anak. Uppss. Hehehe. (I76)


Kelas Revolusi Baru, Jalan Nadiem Menuju Pilpres
Exit mobile version