Site icon PinterPolitik.com

Salmon Ganggu Soliditas TNI-Polri?

Salmon Ganggu Soliditas TNI-Polri?

Barisan anggota TNI dan Polri. (Foto: Okezone)

“Sebagai alat negara, Polri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden selaku kepala negara (head of state). Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, adalah sudah benar dan sangat tepat Polri berada langsung di bawah presiden bukan di bawah menteri” – Irjen Pol (Purn) Sisno Adiwinoto, Pengamat Kepolisian


PinterPolitik.com

Baru-baru ini, jagat media sosial dihebohkan dengan unggahan video yang memperlihatkan seorang anggota Polisi Militer (PM) dipukul oleh pengendara motor yang diduga sebagai anggota kepolisian.

Anggota PM itu lengkap dengan seragam dan helm dinasnya, ia sedang menyeberangkan anak bersama orang tuanya karena kondisi lalu lintas yang begitu padat.

Fast forward, kejadian tak diduga muncul ketika pengendara sepeda motor berhenti di hadapan anggota PM, tiba-tiba melayangkan pukulan tepat ke wajah PM yang mengakibatkan helm yang dikenakannya pun terlepas.

Diketahui belakangan, pemukul bernama Bripka Salmon yang telah dikonfirmasi memiliki riwayat gangguan kejiwaan berat. Dan korban adalah Prada Irfan Trisakti, anggota dari Polisi Militer Kodam II/Sriwijaya.

Meski belum sebesar kasus pembunuhan Brigadir Yosua, tapi peristiwa semacam ini perlu diantisipasi karena sangat sensitif dan berpeluang melahirkan gesekan yang lebih meluas antara TNI dan Polri.

Persoalan rivalitas antara TNI-Polri sebenarnya telah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat, meskipun kedua institusi ini sering menutup-nutupinya dengan jargon-jargon soliditas.

Jacqui Baker dalam tulisannya yang berjudul A Sibling Rivalry menyebut bahwa ketika Indonesia memilih Reformasi, secara tidak langsung juga mereformasi struktur hierarki institusi pertahanan, yaitu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Nah, menurut Baker, rivalitas itu muncul sejak Polri “pisah ranjang” dengan TNI. Titik balik ini yang membuat pergeseran persepsi antara keduanya.

Sedikit memberikan konteks, selama ini matra-matra di dalam ABRI memandang Kepolisian sebagai “anak bungsu” dibanding dengan matra yang lain, seperti Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).

Namun, “anak bungsu” tersebut mendadak memiliki wewenang yang besar untuk menangani ancaman-ancaman yang marak terjadi, seperti terorisme, kekerasan komunal, dan konflik separatis.

Ditambah dengan persoalan Polri yang secara struktur berada langsung di bawah Presiden, sedangkan TNI di bawah Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Seolah ada ketimpangan hierarki, ada persepsi Polri sebagai anak emas.

Hal ini kemudian memunculkan kecemburuan di kalangan prajurit TNI terhadap aparat Kepolisian. Dalam bahasa lain, rivalitas TNI-Polri terjadi karena adanya perebutan “lahan basah” di bidang keamanan.

Murka TNI Pada Effendi

Samuel P Huntington dalam tulisannya yang berjudul Interservice Competition and the Political Roles of the Armed Services, mengambil contoh rivalitas internal militer Amerika Serikat (AS). Ia menyebut rivalitas cenderung bermula dari perselisihan mengenai alokasi anggaran yang berbeda di tiap angkatan.

Dalam konteks TNI-Polri, persoalan anggaran dan kesejahteraan tak dapat dipungkiri memang kerap menjadi isu yang terus bergulir.

Anyway, perselisihan ini sangat mirip dengan perselisihan antara kakak dan adik dalam sebuah keluarga loh. Bayangkan jika terjadi ketidakadilan terkait uang jajan pasti muncul perselisihan.

Dalam psikologi, persoalan itu diakibatkan karena munculnya favoritisme atau pilih kasih yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak mereka.

Nah, ketika orang tua menunjukkan favoritisme terhadap salah seorang anaknya, hal tersebut mampu mengancam dan bahkan merusak hubungan antar saudara.

Hmm, jadi persoalannya tidak hanya berpusat pada dua orang yang berselisih ya. Tapi bisa juga diakibatkan karena sikap pilih kasih orang yang di atas.

Dalam konteks keluarga tentu merujuk kepada orang tua. Sedangkan untuk TNI-Polri, pastinya Presiden Jokowi, atau kepala negara yang menjabat saat ini.

Btw, jadi Pak Jokowi berat juga ya. Salmon yang buat ulah, tapi kok yang bertugas menyelesaikan perselisihan harus Pak Jokowi sih. Hehehe. (I76)


Kelas Revolusi Baru, Jalan Nadiem Menuju Pilpres
Exit mobile version