Site icon PinterPolitik.com

Saatnya Jokowi Tinggalkan Relawan “Toxic”?

Saatnya Jokowi Tinggalkan Relawan"Toxic"?

Benny Rhamdani (Brani) Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) foto bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Gatra)

“Kita gemes, Pak, ingin melawan mereka. Kalau mau tempur lapangan, kita lebih banyak” –  Benny Rhamdani, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) 


PinterPolitik.com

Si vis pacem parabellum adalah sebuah adagium yang tidak asing yang punya terjemahan yang berbunyi, “Jika engkau mendambakan perdamaian, maka bersiap-siaplah menghadapi perang.

Bahkan, beberapa tahun lalu, sebuah franchise film ternama John Wick yang dibintangi Keanu Reeves sempat membuat istilah ini populer dengan judul sekuel John Wick: Chapter 3 Parabellum (2019).

Jika kita lacak lebih jauh, semboyan ini sudah ada sejak abad ke5 Masehi  pertama kali dituangkan dalam sebuah buku de Re Militari karya penulis militer Romawi Publius Flavius Vegetius Renatus.

Nah, baru-baru ini, nuansa yang sedikit menggambarkan suasana yang sama terlihat saat video pernyataan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani tersebar luas dan mendapat atensi warganet.

Loyalis Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini diperlihatkan sedang meminta izin langsung kepada sang presiden untuk tempur melawan kubu lawan-lawan politik pemerintah yang diduga selalu menyebarkan fitnah.

Melihat video itu, sebagian warganet dibuat geram karena dinilai Relawan Jokowi mencoba memprovokasi Jokowi sehingga nantinya punya potensi memicu keributan antarwarga.

Bahkan, di kalangan elite politik, termasuk PDIP, wacana yang dilontarkan Benny juga dikecam. Ketua DPP PDIP Said Abdullah menilai bahwa para relawan hanya menjerumuskan Jokowi jika mengusulkan penindakan hukum terhadap lawan politik.

Lebih ekstrem, Said meminta agar Jokowi tidak mengikuti saran para relawan – bahkan menyarankan agar Jokowi segera meninggalkan para relawan tersebut jika mereka hanya membuat hasutan yang memperkeruh suasana.

Relawan Jokowi Rela Tempur?

Anyway, perilaku relawan Jokowi ini mirip loh dengan kondisi yang disebut toxic relationship – sebuah kondisi yang mana di dalamnya seseorang dengan pengaruhnya dapat membuat suasana atau suatu hubungan menjadi lebih keruh.

M. Hardi dalam tulisannya Toxic Relationship mengartikan keruh di sini bisa terjadi karena salah satu pihak yang menjadi suatu racun dalam hubungan tersebut. Sampai-sampai, racun itu jika dibiarkan akan berakibat pada kerusakan sebuah hubungan.

Sama dengan saran Said dari PDIP, Hardi juga menyarankan jika ada relasi di antara kita telah memperlihatkan tanda-tanda memberikan suatu toxicity, sebaiknya segera tinggalkan mereka.

Mungkin, dengan meninggalkan, akan sedikit memberikan ruang agar konflik ataupun perseteruan yang berdampak negatif dapat dihindari. Hal ini juga pernah disarankan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada pertengahan tahun 2020.

LSI Denny JA mengeluarkan tujuh rekomendasi untuk pemerintahan Presiden Jokowi. Salah satunya adalah peringatan kemungkinan lahirnya krisis sosial – dan bisa berujung pada krisis politik.

Salah satu rekomendasinya yaitu agar para elite yang berhadapan secara politik menunda dulu provokasi yang dapat membuat fragmentasi di tengah publik dan dapat membuat mereka makin membara akibat hasutan tersebut.

Hmm, kalau dipikir-pikir, saran PDIP benar juga ya. Dan memang belakangan ini PDIP melalui beberapa kadernya selalu “cerewet” untuk mengingatkan Jokowi agar tidak terlena bahkan sampai terjerumus.

Sebelumnya terkait jangan terlena dengan siasat pendukung yang hanya buat “Asal Bapak Senang”, sekarang diberi saran untuk tinggalkan relawan yang “toxic”.

Cerewetnya PDIP ke Jokowi kok terkesan cerewet istri ke suami ya? Jadi ingat quote, “Bersyukurlah jika istrimu cerewet kepadamu. Sebab, jika dia cerewet ke lelaki lain, maka kau tak akan bisa bedakan mana kopi dan mana oli”. Upppsss. Hehehe. (I76)


Hendropriyono Kunci Kuat Intelijen Megawati dan Jokowi?
Exit mobile version