“Biarkanlah saja dulu kita jalan berdua. Mereka pun pernah muda” – Bunga Citra Lestari, “Pernah Muda” (2008)
PinterPolitik.com
Pernikahan memang bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dijalani. Banyak yang bilang kalau ikatan antara dua manusia ini kerap diisi dengan argumen, perbedaan pikiran, kompromi, dan beban-beban lainnya.
Terkadang, dalam sebuah pernikahan, argumen tidak hanya diisi oleh orang-orang yang terlibat dalam ikatan tersebut. Beberapa komentar orang lain biasanya juga ikut memengaruhi bagaikan virus congorna tatangga (ucapan tetangga).
Mungkin, bagi sebagian pernikahan, ucapan tetangga bisa saja diatasi. Namun, masih ada tantangan berat yang biasanya dihadapi oleh pasangan yang telah menikah, yakni komentar mertua. Apalagi, sebagai orang tua dari pasangan, pasti susah untuk tidak dihindari komentarnya.
Waduh, mertua memang sering kali tuh dianggap ikut campur dalam urusan rumah tangga. Bahkan, tak jarang, para mertua turut mengatur peranan masing-masing antara suami dan istri.
Katanya sih, mertua dinilai ingin memberikan ujian pada menantunya. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah menantunya ini adalah pasangan yang sesuai untuk anaknya. Selain itu, mertua dinilai juga takut tergeser posisinya oleh menantu.
Ya, bagaimana pun, pasangan yang menikah ingin membentuk keluarga kecilnya sendiri. Bukan tidak mungkin campur tangan mertua yang berlebihan justru membuat mereka pusing. Ya, kan?
Eits, meski kehadiran mertua yang ikut campur udah berat, sekarang muncul lagi pihak lain yang siap mengatur kehidupan rumah tangga kita. Namanya adalah RUU Ketahanan Keluarga. Waduh.
Bagaimana tidak? Layaknya mertua, terdapat pasal-pasal dalam draf RUU tersebut yang juga mengatur soal pembagian peran atas istri dan suami. Dalam draf tersebut, disebutkan bahwa seorang istri memiliki tugas yang berbeda dengan suami, yakni untuk mengatur urusan rumah tangga, menjaga keutuhan keluarga, serta memperlakukan suami dan anak dengan baik.
Hmm, kalah nih mertua. Negara pun sekarang merasa perlu mengatur urusan rumah tangga warganya.
Selain itu, RUU ini kayaknya juga bertindak layaknya calon mertua yang siap menyeleksi calon menantu. Bagaimana tidak? RUU itu dikabarkan juga mengatur bahwa kepala keluarga harus mampu menafkahi keluarganya dengan layak.
Yang dimaksud dengan layak ini pun diatur dengan detail. Soal rumah, kamar orang tua dan anak, sirkulasi udara, hingga kamar mandi dan jamban misalnya, turut diatur dalam salah satu pasal yang ada di draf RUU itu. Nggak sekalian jadi arsitek aja nih?
Masa iya RUU ngaturnya melebihi para mertua dan calon mertua sih? Bagaimana pun juga, ini kan perihal yang diurus secara pribadi. Nggak sekalian nih bilang kalau kepala keluarga harus bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS)? (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.