“Setiap perbedaan pendapat ataupun pertentangan politik hendaknya diselesaikan secara musyawarah dan damai” – Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan
PinterPolitik.com
Hey, cuy, mumpung lagi ramai K-Movie, mimin mau cerita sedikit tentang film The Swindlers (2017) yang kemarin sempat ditayangin oleh salah satu stasiun televisi Tanah Air. Nanti alur ceritanya nyambung kok – sekadar perbandingan dengan bahasan isu tulisan ini.
Begini, film yang ber-genre kriminal itu bercerita seorang penipu bernama Ji Sung yang ingin mencari pembunuh ayahnya – bernama Doo-Chil. Ji Sung kemudian merekrut jaksa He-Soo yang sedang menghindar dari kejaran skandal korupsi.
Dengan bergabungnya sejumlah penipu yang dekat dengan Ji Sung, maka fix nih tim penipu terbentuk. Operasi pun dimulai. Caranya sederhana, yakni memberi umpan ke tangan kanan Doo-Chil.
Apakah setelah itu selesai? Ternyata tidak, sebab tanpa dikira, si jaksa yang bergabung bersama Ji-Sung itu sebenarnya terlibat dalam pembunuhan ayahnya.
Untung saja Ji-Sung menyadarinya sehingga dia pun merencanakan hal yang tidak diduga untuk memberi pelajaran dengan siapa pun yang menghabisi sang ayah. Bagaimana kelanjutannya? Silakan ditonton sendiri, cuy. Nanti mimin dikira spoiler. Hehehe.
Terlepas dari penasaran kalian, mimin bisa memberi satu pelajaran, bahwa film itu sangat cocok ditonton sambil membayangkan aksi para politisi kita. Ya bukan maksud gimana sih, tetapi memang intrik dan tipuan tanpa bayangannya begitu relate.
Oke, langsung saja ke soal Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), cuy. Meski sudah resmi ditunda oleh pemerintah tapi kejanggalan sepanjang perjalanan RUU ini menarik dibincangkan deh. Pasalnya, miminmenemukan wangsit bahwa urusan RUU ini berhasil menampilkan PDIP sebagai common enemy atau biang kerok.
Mimin sih menangkapnya dari pernyataan anggota DPR Fraksi PDIP Aria Bima dalam Rapat Paripurna 18 Juni kemarin yang bilang begini, “Ini kan lucu. Dari proses di Baleg, pandangan dari poksi-poksinya juga menyetujui untuk dibawa ke paripurna. Tapi, seolah-olah di publik lepas tangan begitu saja.” So sad nggak sih bacanya. Kayak merasa ditipu gitu lho.
Ya, wajar saja sih kalau Bung Aria marah. Pasalnya, saat rapat di Badan Legislasi (Baleg), delapan fraksi yang hadir, kecuali Demokrat, setuju RUU itu, meski beberapa fraksi memberi oret-oretan. Masalah muncul saat PPP, PAN, dan PKS yang meminta supaya dimasukkan TAP MPRS tentang larangan komunisme dalam konsideran tidak diakomodir.
Mungkin mereka jengkel, akhirnya diseranglah PDIP dalam Rapat Paripurna yang berlangsung tegang bin panas. Miminheran kok bisa lho apa yang terjadi di Baleg berubah saat di Rapat Paripurna. Ini kemungkinannya dua, kalau nggak PDIP yang rese atau, mungkin, partai lain sengaja jebak PDIP sih.
Nah, relate juga kan dengan film yang mimin ceritakan di awal? Ini kalau diterjemahkan kayak arena adu kecerdikan saja sih. Pasalnya, bila PDIP yang awalnya optimis kalau RUU HIP akan diterima publik, justru RUU itulah yang menyebabkan PDIP jadi trending topic bertagar #PDIPSarangKomunis.
Wah, kasihan PDIP bisa masuk ke dalam jebakan macam gini sih? Apa mungkin PDIP merasa ke-pede-an sebagai partai pemenang suara terbanyak pada Pileg 2019 lalu? Upsss. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.