Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 15-16 November di Bali, Indonesia, akan mempertemukan banyak negara dalam satu tempat. Rumornya, negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa ingin mendepak Rusia dari G20.
“What the hell am I doin’ here? I don’t belong here” – Radiohead, “Creep” (1992)
Siapa sih yang nggak ingat dengan masa-masa sekolah? Hampir semua pasti memiliki memori-memori akan masa lampau yang biasa disebut masa-masa paling indah sepanjang hidup tersebut.
Ya, mungkin, momen-momen itu bisa menjadi masa-masa paling indah karena kita menikmati banyak kebahagiaan bersama teman-teman sekolah kita. Mulai dari belajar bersama sampai kenakalan-kenakalan ringan yang dilakukan bareng-bareng, semua terekam menjadi semacam video yang suatu hari nanti akan berakhir.
Namun, tanpa kita sadari, tidak semua orang sebenarnya merekam momen-momen di sekolah sebagai masa-masa paling indah. Ada juga orang-orang yang akhirnya merasa masa-masa itu adalah masa-masa paling buruk.
Mereka adalah anak-anak yang tidak pernah merasa nyaman di lingkungan sekolah. Tanpa kita sadari, lelucon dan ucapan yang menghina membuat mereka semakin terpinggirkan dari anak-anak yang selalu merasa masa-masa sekolah adalah masa paling indah.
Coba bayangkan. Hampir di setiap kelas ketika kita bersekolah dulu, ada satu atau dua anak yang sering jadi bahan lelucon. Lucu sih, tapi pernahkah kita berpikir soal apa yang mereka rasakan?
Bullying – baik itu secara verbal atau non-verbal – hingga kini masih menjadi salah satu momok bagi dunia pendidikan Indonesia. Kesadaran siswa, guru, dan orang tua terkait persoalan ini pun masih timpang.
Terlepas dari persoalan bullying yang masih marak di pendidikan kita, perasaan terpinggirkan seperti ini mungkin juga dirasakan oleh sejumlah negara yang kini tengah bertemu di Bali, Indonesia, untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang dihelat pada 15-16 November 2022.
Perasaan ini mungkin paling dirasakan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov. Gimana nggak? Dalam Pertemuan Menlu G20 pada Juni lalu, misalnya, Lavrov dikritik habis-habisan oleh negara-negara anggota G20 yang merupakan negara-negara Barat.
Lah, sekarang, bukan nggak mungkin sorotan serupa juga terjadi. Pasalnya, Pak Lavrov kembali pergi dari sejumlah pertemuan KTT G20 lho.
Mungkin, Rusia ini seperti anak yang mengalami bullying juga ya di antara teman-teman G20. Lagipula, seperti yang dijelaskan oleh perspektif konstruktivisme dalam studi Hubungan Internasional, negara-negara memang bertindak sesuai peran terkonstruksi yang dimiliki masing-masing dalam masyarakat internasional.
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara G7 mungkin berperan sebagai “anak-anak populer” yang senantiasa merasa sebagai “geng” paling kuat. Sementara, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mungkin bisa dianalogikan sebagai “anak pintar” yang juga disukai oleh sejumlah temannya.
Nah, mungkin nih, Indonesia memiliki peran sebagai “anak baik” yang nggak pengen teman-temannya saling berantem – apalagi nih kalau berantem-nya di rumah si Indonesia sendiri. Hmm, bisa kacau nih rumah kita. Hehe.
Ya, terlepas dari analogi anak sekolahan ini, bisa-bisa G20 ini mengalami nasib yang sama seperti G8. Kan, Rusia dulu juga anggota G8 tetapi semua berubah ketika Rusia didepak dan akhirnya organisasi itu menjadi G7. Mungkin nggak ya G20 nanti bakal jadi G19? (A43)