“Kuterima pinangan ini dengan bismillah. Tiada lain kecuali mengharap berkah, agar warisan ulama ini kembali merekah” – Muhammad Romahurmuziy, Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Beberapa hari lalu, Pelaksana tugas (Plt.) Ketua Umum (Ketum) PPP Muhammad Mardiono telah mengumumkan struktur pengurus harian terbaru.
Peristiwa yang menarik dan jadi atensi publik tertuju pada satu nama yang juga masuk dalam kepengurusan tersebut, yakni Muhammad Romahurmuziy (Romy) sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP).
Seperti yang kita tahu, Romy adalah mantan Ketum PPP. Ia juga sempat terjerat kasus suap di Kementerian Agama (Kemenag) pada 2019 dan keluar dari PPP. Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya menjatuhkan vonis satu tahun penjara.
Merespons namanya masuk dalam kepengurusan, Romy mengomentarinya dengan mengatakan, “Kuterima pinangan ini dengan bismillah. Tiada lain kecuali mengharap berkah, agar warisan ulama ini kembali merekah.”
Komentar Romy ini terdengar tidak asing di telinga kita ya. Yap, betul ini mirip dengan salah satu sinetron religi yang diproduksi Screenplay Productions berjudul Kupinang Kau dengan Bismillah (2011).
Anyway, kembalinya Romy ke PPP tentunya menjadi pertanyaan besar bagi sebagian publik. Kenapa kader yang punya persoalan korupsi dan diberhentikan masih tetap dirangkul PPP? Bukankah hal tersebut akan menjadi “bom waktu” bagi PPP?
Ini uniknya PPP, guys. Kalau kita cermati, PPP sejauh ini cenderung merangkul kader yang pernah berkonflik dibanding harus benar-benar melupakannya dan keluar partai.
Strategi PPP tetap mempertahankan kader meski ada konflik ini dibuktikan dengan kasus Mantan Ketum PPP Suharso Monoarfa yang sebelumnya sempat dilengserkan tapi tetap dipertahankan dan masih menjadi menteri di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini.
Strategi merangkul ini bukanlah hal yang baru dalam literatur Ilmu Politik. Bahkan, sejarah membuktikan keberhasilan seorang pemimpin untuk menjaga stabilitas kekuasaannya, yaitu dengan cara merangkul musuh-musuhnya.
Homer dalam bukunya The Iliad mengilustrasikan sejarah perang Yunani kuno dengan memperlihatkan kehebatan strategi para pemimpin Yunani yang mampu membuat “perisai politik” dengan cara merangkul musuh.
Homer mengistilahkan “perisai politik” sebagai upaya untuk mengurung musuh dalam lingkaran kekuasaannya.
Cara ini efektif untuk mengelompokkan lawan sekaligus mengawasi. Setelah diberikan “kue”, langkah berikutnya adalah membujuk mereka – tentunya di balik itu ada ancaman – untuk bergabung seutuhnya ke dalam kelompoknya.
Pihak lawan yang dirangkul tentu akan dapat dipantau secara berkala dan, dalam waktu tertentu, dapat direduksi upaya mereka untuk membuat konflik yang lebih besar.
Keuntungan strategi ini adalah pertarungan “damai” tanpa hiruk-pikuk, serta konflik lebih terlihat sunyi. Hal ini untuk menghindari diketahui oleh pihak musuh yang berada di luar kelompok.
Seorang perwira tinggi Jerman yang juga ahli strategi Helmuth Karl Bernhard Graf von Moltke menyebut strategi ini adalah bagian dari simulasi strategi perang yang diambil dari simulasi sains.
Dalam sains, khususnya fisika, kita mengenal gaya sentripetal yang merupakan gaya dengan arah yang menuju pusat lingkaran. Sebuah gaya yang bertolak belakang dengan gaya sentrifugal yang mengarah keluar lingkaran.
Gaya sentripetal juga disebut dengan gaya pseudo atau gaya khayal. Meski begitu, gaya ini dinilai menjadi penyeimbang gaya sentrifugal. Meski arahnya berlawanan, besar gaya keduanya sama.
Fisika seolah membuktikan bahwa strategi merangkul “mantan anggota” itu secara alamiah akan melahirkan keseimbangan dibandingkan harus menghempas orang tersebut keluar.
By the way, jika dipikir-pikir, strategi PPP ini sering jadi opsi ketika kita menghadapi persoalan asmara dalam kehidupan sehari-hari.
Sering kali, kita dihadapkan pada pilihan untuk menjauh atau tetap berkomunikasi dengan mantan kekasih. Nah, kebanyakan orang memilih menjauh untuk bisa melupakan dan percaya masalah akan cepat hilang jika menjauh.
Padahal, ada opsi lain, yaitu tetap menjaga hubungan dan komunikasi. Kan, kita tahu kalau menjaga relasi itu penting bukan hanya untuk persoalan jangka pendek, melainkan juga jangka panjang.
Nah, di sini kita bisa lihat pentingnya tetap menjaga komunikasi dan merangkul seseorang meski ia sudah jadi mantan. Oh iya, perlu dipertegas, merangkul itu bukan berarti “koleksi” mantan loh ya. Uppsss. Hehehe. (I76)