Site icon PinterPolitik.com

Rocky Gerung dan Strategi Pecah Belah

Rocky Gerung dan Strategi Pecah Belah

Pengamat politik Rocky Gerung. (Foto: PKS.id)

“Secara umum gerakan buruh terbagi menjadi dua: gerakan buruh praktis dan gerakan buruh politis” – Munir, aktivis HAM Indonesia


PinterPolitik.com

Ada yang masih ingat pelajaran sejarah sewaktu di sekolah dasar? Kalau mimin sih masih ingat sedikit, gengs.

Salah satunya adalah adanya politik pecah belah yang dilakukan oleh penjajah bernama strategi devide et impera. Secara historis, katanya sih strategi ini yang dilahirkan bukan oleh Belanda, melainkan Inggris.

Saat itu, Inggris sedang mengalami perlawanan Irlandia Utara. Sebab kuat sekali gempurannya, maka Inggris mencari strategi minimalis dengan memanfaatkan segregasi sosial yang diletupkan menjadi konflik antar masyarakat.

Mungkin, karena nggak habis banyak biaya dan tenaga, strategi ini pun dipakai oleh negara lain, seperti Belanda. Ingat toh cerita saat Diponegoro ditangkap? Lha, itu akibat operasi devide et imperacuy.

Bahkan, era Orde Baru yang memecah banyak kepentingan, itu juga devide et impera lho. Mudahnya, apa saja yang sifatnya pecah belah bisa dikategorikan sebagai praktik turunan devide et impera yang tentu sangat menguntungkan penguasa, kecuali barang pecah belah, seperti piring, gelas, dan lain-lain. Hehe.

Nah, mungkin cerita dalam sejarah itu yang membuat Rocky Gerung dalam unggahannya di YouTube pada saat menjadi narasumber diskusi bertajuk #bersamaROCKYGERUNGaja. Mantan pengajar filsafat itu menyampaikan bahwa ada politik pecah belah dalam demonstrasi kemarin.

Jelasnya begini, cuy. Jadi, demonstrasi kemarin kan seharusnya didatangi oleh lebih banyak buruh daripada elemen lain karena memang kelompok yang paling terdampak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) kan buruh. Namun, ternyata buruh yang datang tuh di luar ekspektasi dan justru mahasiswa, anak sekolah, dan elemen lain tuh yang paling mendominasi.

Melihat fakta demikian, makanya sang pembawa acara, Hersubeno Arief, menanyakan penyebab buruh kok nggak banyak yang datang. Namanya saja filsuf, langsung tuh Bung Rocky menjelaskan bahwa buruh ini memang bisa dipecah kok.

Apalagi, pemerintah sangat paham teori pecah belah seperti itu. Lagian juga, pemerintah pasti sudah menyiapkan strategi untuk mengelabui buruh.

Namun, kata Bung Rocky di sinilah kekeliruan pemerintah. Istana lupa jika isu omnibus law ini tuh nggak cuma bisa ditempelkan pada buruh saja. Mahasiswa dan elemen lain juga merasa terpanggil.

Lagian toh nggak semua buruh bisa dimasukkan dalam sekat. “Ikan kecil bisa ditangkap. Ikan besar nggak bisa,” kata Bung Rocky dengan gaya ceplas-ceplosnya itu.

Di akhir pembicaraan, Bung Rocky juga sempat bilang kalau pikiran konspirasional pemerintah yang mau mencari aktor demo tuh bakalan berbuah percuma karena aktor demo ya semua pihak yang merasa marah dengan rezim.

Terlepas dari pedasnya omongan Bung Rocky, kayaknya pemerintah memang harus belajar biar nggak terlalu pakai alibi konspirasi saat menghadapi badai tekanan deh. Biar nggak sering-sering dihujat orang seperti Bung Rocky. Hehe. (F46)

Exit mobile version