Site icon PinterPolitik.com

Risma Tolak “Mandi Lumpur”?

risma tolak mandi lumpur

Tri Rismaharini (tengah) melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap gorong-gorong di sebuah jalan besar di Kota Surabaya, Jawa Timur, saat masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya pada tahun 2017 silam. (Foto: Twitter/@BanggaSurabaya)

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini akhirnya angkat bicara soal fenomena “mandi lumpur” yang ramai dilakukan saat live streaming di platform media sosial (medsos) seperti TikTok. Kenapa fenomena “mandi lumpur” bisa mendapatkan banyak perhatian?


PinterPolitik.com

“Got it out the mud. There’s nothin’ you can tell me. Yeah” – Roddy Rich, “The Box” (2019)

Pernah nggak sih kalian bela-belain antre untuk mendapatkan sesuatu yang kalian harap-harapkan? Misal nih, ketika kalian mengunjungi sebuah restoran yang tengah terkenal karena makanannya yang enak, nggak sedikit orang akan bersedia untuk mengantre dan masuk ke waiting list untuk mendapatkan meja.

Nah, pernah tuh ada satu restoran khas Jepang yang cukup terkenal. Restoran yang letaknya ada di Blok M, Jakarta Selatan (Jaksel), DKI Jakarta, ini sampai memiliki antrean yang panjang di jam-jam sibuk.

Nah, kenapa ya orang-orang sampai rela mengantre lama? Alasannya sih, restoran itu disebut memiliki ramen dan udon dengan cita rasa yang khas dan enak. Bahkan, terkadang, orang yang makan di tempat juga diberi batasan waktu agar pelanggan lain bisa mendapatkan meja.

Fenomena seperti ini sebenarnya wajar terjadi. Mungkin, sudah menjadi nature manusia untuk bersakit-sakit dahulu untuk mendapatkan kenikmatan yang lebih. Sifat seperti ini juga yang sebenarnya membuat umat manusia bisa terus berkembang, kan?

Namun, ada juga yang antre tetapi bukan untuk makan ramen dan udon yang enak – dan juga bukan untuk mendapatkan uang tunai sebagai bantuan langsung ala BLT. Instead of mendapatkan kenikmatan, orang-orang ini malah antre untuk bisa mandi lumpur.

Bukan nggak mungkin, banyak dari kalian bertanya-tanya. Kenapa kok malah antre buat sesuatu yang tidak senikmat mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah?

Jadi, gini ceritanya, guys. Adalah seorang warga bernama Intan Komalasari yang memiliki sebuah akun di platform media sosial (medsos) TikTok. Akunnya ini memiliki banyak followers dan engagement yang luas.

Namun, ada yang unik dari konten-konten yang dibuat akun ini, yakni live streaming yang isinya orang-orang yang melakukan apa yang disebut sebagai “mandi lumpur”. Katanya sih, orang-orang ini rela melakukannya karena bisa ngehasilin jutaan rupiah dari aktivitas live tersebut.

Begitu ada duit, kesempatan bisnis pun muncul. Intan akhirnya membuka kesempatan agar orang-orang bisa jadi pemeran live streaming tersebut – dengan uang penghasilan live dibagi dua antara pemilik akun dan pemeran.

Ya, ketika makin viral nih live macam gini, para warganet pun mulai memperdebatkannya. Soalnya, ada juga orang-orang lanjut usia (lansia) yang sampai ikut jadi pemeran – menimbulkan kekhawatiran atas kemungkinan eksploitasi dan kondisi kesehatan mereka.

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini akhirnya juga ikut berkomentar dan mengatakan bahwa pihaknya akan segera menyurati pemerintah-pemerintah daerah (pemda) terkait untuk menghentikan apa yang Bu Risma sebut sebagai “mengemis online”.

Hmm, melihat komentar Bu Risma ini, kok jadi teringat dengan banyaknya fenomena politisi yang juga ikutan “mandi lumpur” – alias masuk gorong-gorong – ya? Kan, sebelas-dua belas tuh. Hehe.

Hmm, mungkin nih, dengan “mandi lumpur” di depan kamera, masyarakat bisa melihat langsung pesan yang ingin disampaikan. Kalau kata Kiku Adatto dalam bukunya yang berjudul Picture Perfect, konten visual – seperti gambar dan video – memang menjadi simbol yang mudah diterima oleh masyarakat luas.

Jadinya nih, kalau yang satu rela mandi lumpur untuk mendapatkan gift (sawer) di TikTok Live, yang satu lagi justru “mandi lumpur” untuk “saweran” berupa suara dalam pemilihan umum (Pemilu). Bukan begitu? Hehe. (A43).


Exit mobile version