Site icon PinterPolitik.com

Risma ‘Terancam’ Pidana Penjara?

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) bersama Calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melakukan blusukan ke sejumlah kampung di Surabaya, Jawa Timur. (Foto: JPNN)

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) bersama Calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melakukan blusukan ke sejumlah kampung di Surabaya, Jawa Timur. (Foto: JPNN)

“Kalau ahli hukum tak merasa tersinggung karena pelanggaran hukum sebaiknya dia jadi tukang sapu jalanan” – Pramoedya Ananta Toer, penulis asal Indonesia


PinterPolitik.com

Gengs, hampir semua penikmat siaran balap Moto GP mengidolai sosok bernama Valentino Rossi. Mimin salah satunya. Nah, sepanjang pengalaman mimin menonton langsung – via televisi maksudnya, penampilan tersadis Rossi yaitu saat dia start dari posisi buncit namun dapat melesat finis di posisi keempat.

Ya, meski raihan menakjubkan tersebut – bayangkan, cuy, dari posisi paling belakang lho ini – nggak bisa membawanya meraih gelar juara dunia musim 2015 sebab kalah tipis dari rekan setimnya saat itu, Jorge Lorenzo. Namun, setidaknya penampilannya memberi pesan menarik kepada kita, bahwa start telat nggak mesti memalukan.

Lebih keren lagi film Death Race 3cuy, karena ada sosok protagonis bernama Lucas yang harus kelabakan di sirkuit maut saat menjalani lomba balap gila antar para narapidana. Meski start-nya nggak bagus ditambah musuhnya kejam-kejam, Lucas tampak santai dan akhirnya meraih juara dengan mengalahkan saingan yang tersisa, Razor.

Kedua kisah tersebut menarik dipahami oleh kita yang kadang dalam suatu kompetisi mendapat start buruk. Jangan menyerah, sebab kita nggak tahu nasib akan membawa kita melaju lancar atau sebaliknya. Asalkan sesuai koridor dan masuk akal lho ya.

Beda lagi kalau start-nya sudah buruk ditambah sangat nggak rasional, seperti curang dan lain-lain, maka keinginan mencapai juara hanya omong kosong, cuy. Bisa sih juara, tetapi nggak bakal diakui keberadaannya. Jorge Lorenzo tuh buktinya – setelah menang tahun 2015, mana ada orang yang memujanya seperti sebelumnya? Hmmm.

Nah, hal tersebut patut diperhatikan nih oleh para tim sukses (timses) yang mendukung gila-gilaan para kandidat dalam Pilkada 2020. Khawatirnya, kompetisi yang seharusnya menggembirakan tersebut ternyata diisi oleh gelagat kurang perhitungan dari para timses.

Selain menjadikan kurang menarik ditonton, juga menggelikan, cuy. Kalau nggak percaya tengok saja di Pilwalkot Surabaya.

Dalam rangkaian Pilwalkot Surabaya, ada kejadian menggemaskan saat Bu Risma, Wali Kota saat ini, dilaporkan oleh DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang diketuai oleh Abdul Malik, terkait dugaan melakukan pelanggaran kampanye. Diketahui, Risma yang mendukung pasangan Eri Cahyadi-Armuji sempat berkampanye dalam acara “Roadshow Online Berenerji” pada 13 Oktober 2020.

Dalam kampanye itu, namanya juga Bu Risma yang suka menganggap dirinya sebagai emak (ibu) para kader dan warga Surabaya mengatakan seolah Eri Cahyadi adalah anaknya. Lha, pernyataan tersebut dianggap oleh Cak Malik sebagai sebuah kebohongan yang katanya mengarah pada pelanggaran pidana kurungan.

Selain itu, kata Cak Malik, juga banyak sih bau-bau pelanggaran yang diciptakan Bu Risma, seperti kampanye kok dilakukan kala menjabat sebagai wali kota, dan lain-lain. Padahal, dari pihak Bu Risma sendiri sudah menegaskan bahwa kampanyenya tersebut sudah dapat izin dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Hmm, sebenarnya nggakpapa kok melaporkan hal begitu ke Bawaslu, dan pihak lainnya. By the way, Cak Malik ini ternyata juga politikus lho – tepatnya dari Partai Gerindra. Machfud-Mujiaman juga didukung Gerindra lhoHehe.

Hmm, apa mungkin ini hanya cara buat cari sensasi aja ya? Kalau mau cari sensasi coba deh belajar sama Bang Hotman yang bisa mudah dapat perhatian publik. Hehe. (F46)

Exit mobile version