“Penguasa yang mulia adalah pemimpin yang peka, dan jenderal yang baik adalah dia yang berhati-hati” – Sun Tzu, ahli strategi asal Tiongkok
Gengs, ada yang masih ingat kisruh dahsyat yang membuat gempar klub bergaya ‘tiki-taka’, Barcelona? Kejadian ini berlangsung pertengahan tahun 2020. Puncaknya kira-kira bulan Juni deh.
Saat itu, pelatih yang menukangi Barcelona, Quique Setien, mulai kehilangan kharisma dan kontrolnya atas pemain-pemain ‘Blaugrana’. Kondisi itu terungkap usai Barcelona imbang tanding melawan Celta Vigo dalam laga lanjutan liga.
Saat itu, strategi yang diterapkan Setien terbukti nggak berhasil sehingga para pemain Barcelona pun enggan mematuhi instruksi pelatih, dan lebih memilih memainkan permainan sesuai kehendak mereka. Tentu, itu semua di bawah arahan dari sang kapten, Lionel Messi.
Sontak saja klub Katalunya tersebut langsung menjadi pusat pemberitaan mengenai konflik yang terjadi di dalamnya. Lionel Messi tampil sebagai aktor yang secara tegas dikontraskan vis-a-vis tim pelatih. Dan, tahukah kalian hasil dari konflik tersebut? Ya, jajaran pelatih dirombak habis oleh tim manajemen Barcelona.
Sementara itu, Lionel Messi tetap bertahan meski sebelumnya dikabarkan bakal meninggalkan klub yang sudah membesarkannya tahun demi tahun. Memang benar sih, cuy, bahwa di Barcelona, Messi adalah rezim yang kokoh bagi para pemain. Berurusan dengan Messi berarti harus siap dengan pengusiran.
Nah, mimin melihat apa yang terjadi di klub Barcelona ini tuh mirip dengan yang terjadi di Surabaya saat mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo terpaksa menghentikan aksi pidato heroiknya dalam acara pengukuhan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Mulanya, acara berjalan normal sampai kemudian datang polisi ke dalam ruangan dan membubarkan acara tersebut tepat saat Pak Gatot berpidato. Sementara itu, di luar ruangan, juga banyak massa aksi yang memang menuntut acara KAMI tuh dibubarkan segera.
Wah, kok berani banget ya orang-orang Surabaya menyenggol acara yang dipimpin langsung oleh Pak Jenderal itu. Namun, memang sih soal keberanian yang dimiliki Surabaya mimin no comment deh.
Secara ‘berani’ tuh sudah jadi ikon bagi kota plus warga Surabaya kok, cuy. Lagian, orang Surabaya kan juga dikenal sangat toleran, alias nggak mau kotanya dirusuhi oleh kepentingan-kepentingan para politisi ibu kota.
Kalian pasti masih ingat kan saat acara #2019GantiPresiden yang digawangi oleh Ahmad Dhani dan Neno Warisman juga dihajar habis-habisan di kota ini? Begitulah Surabaya dengan segala sikap tegasnya.
Kalau ada yang berani nyenggol sikap ini, siap-siap aja dapat hentakan keras lho. Nggak peduli siapa orangnya, dan apa pangkatnya. Makanya, lucu juga kalau ada orang yang bergumam, “Pak Gatot ini jenderal lho.”
Hello, Surabaya sudah punya jenderal sendiri kelleus. Siapakah itu? Ya, siapa lagi kalau bukan Bu Tri Rismaharini (Risma) yang tegas bilang, “Karena jenderalnya bertanggung jawab, sayalah yang bertanggung jawab, bukanlah staf saya.” Kala itu, Bu Risma berkomentar soal penanganan Covid-19.
Ibarat kata nih, Bu Risma tuh Messi-nya Surabaya. Jadi, mending bagi yang ingin masuk Surabaya jangan jadi kayak Quique Setien ya. hehe. Surabaya tuh menerima siapa pun sih – asal nggak datang-datang bawa keresahan. Hehe. (F46)