Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil kini tampaknya menjadi perhatian publik – khususnya di dua platform media sosial (medsos) berbeda seperti Instagram dan Twitter. Hmm, mana yang lebih unggul? Anak-anak Twitter atau anak-anak Instagram?
“And they bustin’ for Instagram, get your clout up” – Quavo, “Bad & Boujee” (2016)
Kalian pasti udah tahu soal istilah-istilah media sosial (medsos) semacam “tweet war” kan? Nah, istilah satu ini emang identik dengan platform Twitter karena budaya yang terbangun di medsos tersebut.
Gimana nggak? Diskursus, narasi, perdebatan, hingga diskusi biasa memang lebih banyak dibagikan di medsos satu ini. Nggak heran kalau anak-anak yang lebih aktif di Twitter punya reputasi tertentu di dunia warganet.
Cuitan-cuitan Elon Musk di Twitter-nya sendiri, misalnya, kerap menjadi bahan pembicaraan para pengguna Twitter. Bahkan, tidak jarang pro- dan kontra- akhirnya bermunculan – membuat Elon mencuitkan jawaban-jawabannya sendiri.
Nah, budaya medsos seperti inipun tentunya tidak selalu ada di platform-platform lain – katakanlah Instagram. Sejak berdiri pada tahun 2010, Instagram lebih mengandalkan konten-konten visual – seperti foto.
Inilah yang membuat Twitter dan Instagram memiliki karakteristik yang berbeda. Ketika Instagram lebih menekankan pada konten visual, Twitter justru lebih mengandalkan gagasan dan ide yang dituangkan oleh para penggunanya dalam bentuk tulisan.
Nggak jarang tuh ada warganet-warganet yang bilang kalau anak-anak Twitter dan Instagram punya jokes yang berbeda. Jokes khas Twitter, misalnya, dianggap oleh sejumlah warganet tidak bisa dibawa ke Instagram karena anak-anak Instagram dinilai mudah terbawa emosi (sensitif).
Sementara, di sisi lain, ada anggapan umum juga kalau Twitter itu isinya adalah anak-anak yang sok pintar dan social justice warriors (SJW). Sementara, Instagram isinya dianggap penuh dengan anak-anak panjat sosial.
Nah, perang terbaru antara anak-anak Twitter dan Instagram ini tampaknya mulai tersulut lagi nih baru-baru ini. Semua ini kayak-nya disebabkan oleh satu pejabat dan politisi populer di Indonesia, yakni Ridwan Kamil (RK) atau Kang Emil yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat (Jabar).
Gimana nggak? Kang Emil beberapa waktu lalu malah mengunggah cuitan-cuitan anak-anak Twitter yang mengkritik penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) untuk Masjid Al-Jabbar, Bandung, ke Instagram. Sontak aja, followers Kang Emil di masing-masing platform akhirnya saling menghujat.
Tapi nih, mengacu pada tulisan Mohd. Faizal Kasmani, Rosidayu Sabran, Nor Adzrah Ramle yang berjudul Can Twitter be an Effective Platform for Political Discourse in Malaysia, Twitter dinilai memiliki kelebihan dibandingkan medsos lain dalam hal memunculkan diskusi politik yang berarti bagi masyarakat.
Hmm, bila Twitter memang benar memiliki kelebihan itu, politisi Indonesia – nggak hanya Kang Emil – perlu belajar nih bagaimana caranya memanfaatkan platform Twitter guna mendapatkan aspirasi seluas-luasnya.
Ya, mungkin, inilah kelemahan politik Indonesia yang mana memang masih didominasi oleh politik pencitraan yang menonjolkan citra visual. Padahal, ya, bila benar-benar ingin mengambil aspirasi masyarakat secara luas, Twitter bisa jadi jawabannya. Bukan begitu? (A43)