“I let Ollie take the owl, told him brand it for me” – Drake, penyanyi rap asal Kanada
Ketika masih kecil, sebagian besar dari kita pasti pernah mendengar kisah-kisah menarik tentang bagaimana para hewan memiliki kelebihannya masing-masing. Si kancil, misalnya, dikenal cerdik sehingga mampu mengelabui orang-orang.
Selain si kancil, kita juga diajarkan bagaimana singa dikenal sebagai hewan yang gagah dan berani. Tidak jarang singa pun dilambangkan sebagai raja dari dunia hewan seperti yang digambarkan dalam film The Lion King (1994).
Namun, kisah-kisah yang bisa disebut sebagai fabel – istilah untuk menggambarkan kisah dan drama yang diperankan oleh hewan – ini merefleksikan pemahaman umat manusia atas alam yang ada di sekitarnya. Bukan nggak mungkin, peran dan watak para hewan itu menggambarkan perilaku mereka di alam.
Kelelawar, misalnya, dikenal misterius dan suka tinggal di kegelapan. Meksi dikenal sedemikian rupa, konsep misterius itulah yang mungkin diadopsi menjadi sifat yang melekat pada pahlawan super seperti Batman yang juga misterius dan bergerak melawan kejahatan dalam kegelapan.
Walaupun kadang konsepsi itu diamalkan dalam imajinasi yang bernilai baik, pemahaman kita tentang hewan juga dapat digunakan untuk memberikan label negatif. Bahkan nih, tidak jarang label-label ini dapat mengandung makna yang merendahkan.
Tikus yang sebenarnya hanya berupaya untuk bertahan hidup, misalnya, dianggap sebagai hama yang sangat mengganggu karena dapat menyebarkan penyakit dan merusak lingkungan hidup manusia. Alhasil, tikus kerap lho diidentikkan dengan pejabat-pejabat yang korupsi. Hehe.
Baca Juga: Gatot-Rizieq Shihab Untuk 2024?
Uniknya lagi, label-label hewan seperti ini juga kerap digunakan lho dalam debat politik. Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu, misalnya, kata-kata seperti “cebong” dan “kampret” pun banyak bertebaran di media sosial. Bahkan, label-label ini digunakan untuk merendahkan kubu politik satu sama lain.
Mungkin, inilah sebabnya mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo ingin mengakhiri segalanya nih. Kata salah satu presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini, kata-kata seperti “kampret” dan “kadrun” (kadal gurun) sudah seharusnya dihentikan penggunaannya. Wah, kalau gitu, kata “cebong” dan “togog” gimana, Pak Gatot? Hehe.
Kata beliau sih, kata-kata seperti “kampret” dan “kadrun” secara sadar atau tidak telah melecehkan Tuhan karena merendahkan manusia lho. Sudah sepatutnya masyarakat berhenti agar Indonesia bisa jadi bangsa yang terhormat. Katanya sih, lebih baik pakai sapaan-sapaan seperti abang, mas, atau ucok.
Hmm, mungkin, Pak Gatot ingin Indonesia bisa lebih terhormat daripada negara adidaya Amerika Serikat (AS) kali ya? Soalnya, di AS, kata-kata merendahkan seperti ini juga sering dipakai kok. Coba aja tanya Mr. President Donald Trump. Hehe.
Wah, apa mungkin ya Pak Gatot ingin melakukan branding ulang terhadap label-label seperti “kampret” dan “kadrun”? Barang kali, bisa pakai hewan-hewan yang dikenal gagah dan berani, seperti singa, T-rex, atau bahkan naga? Hehe. (A43)
Baca Juga: Menguak Manuver Mahfud Dekati Gatot