“Yeah, it’s quite mysterious” – T’nah Apex, penyanyi rap asal Amerika Serikat (AS)
PinterPolitik.com
Gengs, tahu dong peristiwa yang menimpa influencer sekaligus selebgram yang bernama Gusti Muhammad Abdurrohman Bintang Mahaputra atau yang biasa dikenal dengan nama Bintang Emon? Buset, nama aslinya panjang banget ya. Kok disingkat jadi Bintang Emon? Apa karena pecinta serial anime Pokemon, jadi biar simpel dan lucu disingkat aja. Hehehe.
Tapi biar lah, itu urusan pribadi doi ya, cuy. Kita gak usah membahas pribadi orang lain. Entar bisa-bisa kita dibilang julid – saingan dong ama akun lambe turah dan segala perintilan-nya. Upsss.
Nah, nama Bintang Emon ini sekarang lagi trending banget loh. Pasca doi melontarkan kritik terhadap kasus yang menimpa Bapak Novel Baswedan, nama doi jadi buah bibir para netizen Indonesia.
Bahkan, secara mendadak banyak akun-akun di Twitter yang mencoba menyerang doi secara pribadi, cuy. Bayangin, kemarin saja, sejak pagi hingga pukul 13.00 siang terdapat 135 ribu cuitan yang membahas tentang dia.
Lebih jauh dari itu, banyak akun yang secara serempak menuduh dan membuat meme tentang dia yang mengatakan bahwa sebenarnya doi pengguna aktif narkotika berjenis sabu. Wahh, gokil gak tuh?
Karena polemik ini, banyak pihak yang angkat bicara. Tidak hanya netizen dan para kalangan artis loh yang memberikan komentar atau dukungan kepada si komika tersebut. Ada beberapa kelompok yang juga memberikan kritik pedas kepada pihak penyerang Emon ini.
Salah satunya yaitu peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar. Menurut Rivanlee, perilaku tersebut merupakan salah satu tindakan dan upaya pembungkaman individu. Selain itu, pola penegakan hukum juga kerap dipandang sebelah mata dan tidak tegas sehingga peristiwa semacam ini terus terulang.
Ada lagi nih kritik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat. Menurut Direktur LBH Muhammad Afif, harusnya negara juga turun untuk memberikan proteksi kepada pihak yang diserang.
Menurut dia, pola-pola gangguan terhadap individu atau kelompok yang memberikan kritik terhadap pemerintah ini sekarang mulai marak terjadi belakangan ini. Nah, padahal justru ini menjerumuskan negara menuju sebuah sistem otoriter karena negara berubah menjadi lembaga yang terkesan anti-kritik.
Kurang lebih kalimat Afif seperti ini, gengs, “Di titik ini negara harus memproteksi aktivitas warga negara dalam menyampaikan pendapat atau berekspresi. Kami mendesak negara untuk menelusuri dalang dari serangan balik ini.”
Jebret, dua lembaga langsung memberikan komentar loh, cuy. Masa sih lembaga pemerintah masih tidak ada yang mau angkat bicara?
Pasalnya, jika dipikir-pikir secara mendalam, ada benarnya juga sih yang dibilang oleh KontraS dan LBH ini. Soalnya, akhir-akhir ini memang jika ada pihak-pihak yang memberikan kritik terhadap negara, secara mendadak kok jadi bahan bully-an atau seakan ada pihak yang mengerahkan buzzer untuk menyerang dia gitu, cuy, di media sosial.
Coba deh kalian ingat-ingat dan perhatikan. Ketika terjadi peristiwa kenaikan tagihan PLN misalnya, secara mendadak bermunculan tagar #TagihanPLNOkSaja. Padahal, banyak banget korban yang mengatakan tagihan listriknya naik dan itu semua dinilai gak normal.
Ada lagi, yaitu pada 2019 kemarin, ketika terjadi kebakaran hutan besar melanda Kalimantan dan Sumatera. Secara aneh dan serempak, muncul tagar #SawitBaik. Hadehh, aneh gak sih menurut kalian?
Mungkin, para buzzer ini juga bisa dibilang Petrus – sebuah istilah yang identik dengan era Orde Baru. Tentunya, Petrus kini bukan merujuk pada penembakan misterius, tapi pem-bully-an misterius oleh para buzzer di media sosial.Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.