“Ya itu kan pertemanan, urusan berdua pertemanan. Bukan sesuatu yang salah. Tapi karena diekspos, menjadi masalah”. – Benny Mamoto, Ketua Harian Kompolnas
Siapa sangka jika pelukan yang umumnya menunjukkan keharmonisan, pada kesempatan yang berbeda dapat berubah menjadi kontroversi. Ini terjadi pada momen pelukan antara Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo dengan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya Irjen Fadil Imran.
Peristiwa itu terekam video yang beredar di media sosial. Fadil yang memasuki ruangan langsung disambut Sambo. Keduanya lantas berjabat tangan dan berpelukan.
Pakar gestur Handoko Gani menilai bahwa pelukan antara orang dewasa dengan gender yang sama dapat melahirkan tafsir bahwa melalui pelukan, Fadil ingin memberikan pesan bahwa dia sudah mengetahui peristiwa yang menimpa Sambo.
Dari sinilah pelukan itu menjadi sebuah kontroversi karena pelukan kedua jenderal bintang dua itu dikaitkan dengan proses penyidikan kasus penembakan yang berujung kematian Brigadir J, yang terjadi di rumah Sambo.
Warganet menaruh curiga kalau konflik kepentingan akan muncul, mengingat kasus Brigadir J saat ini telah dipindahtangankan dari Polres Metro Jakarta Selatan ke Polda Metro Jaya.
Apalagi dengar-dengar kalau buntut kecurigaan publik ini berkaitan dengan peristiwa terbaru, yaitu penyuntingan informasi Fadil di laman Wikipedia. Beh, udah diedit netizen nih ceritanya.
Sebenarnya yang menarik dari fenomena ini, dapat kita rujuk pada pernyataan Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto, yang mengungkapkan bahwa peristiwa itu sebetulnya bukanlah sebuah masalah. Yang jadi bermasalah adalah ketika momen pelukan itu diekspos ke publik.
Nah, dari sini kita bisa melihat bahwa peran media massa begitu prominen dalam peristiwa ini. Dalam konteks masyarakat demokrasi saat ini, media tidak hanya menawarkan informasi semata, tetapi juga dapat menjadi anjing penjaga, yang istilah kerennya adalah watchdog.
Media menjadi pengawas jalannya pemerintahan, mengkritik berbagai penyimpangan dalam sistem pemerintahan dan tata negara, baik hukum maupun kebijakannya.
Jika sebuah peristiwa telah diekspos media, maka tidak lagi dapat dianggap sebagai peristiwa privat, melainkan telah menjadi wilayah publik. Apalagi di era digital saat ini. Makin rumit.
Kini setiap orang dapat dengan mudah menanggapi, memberi sanggahan, bahkan juga dapat membuat beritanya sendiri. Bahkan menurut riset, Indonesia adalah salah satu pengguna terbesar sosial media yang aktif berbagi informasi.
Hmm, terlepas dari pandangan publik terkait pelukan Fadil dan Ferdy, pelukan itu sebenarnya mampu memberikan makna tanpa kata loh. Bahkan mungkin kita sering dengar istilah: “Terkadang aku hanya butuh pelukan tanpa ada pertanyaan”. So sweet. Hehehe. (I76)