Ketua DPD PKS Zulkieflimansyah menyebut berbagai kepada daerah PKS mengusulkan artis Raffi Ahmad menjadi capres. Bagaimana usulan itu bisa terjadi?
Dalam bukunya Seeing Stars: Spectacle, Society and Celebrity Culture, Pramod K. Nayar menyebutkan bahwa saat ini kita hidup dalam budaya selebriti (culture of celebrity). Tidak seperti sebelumnya, saat ini selebriti memegang berbagai peranan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika sebelumnya hanya sebagai penghibur, saat ini selebriti dapat menjadi pembawa suara kelompok marginal, sarana marketing, hingga simbol politik negara.
Kita bisa ambil contoh boyband asal Korea Selatan (Korsel) BTS (Bangtan Boys). Tidak hanya menjadi salah satu boyband paling ikonik, BTS telah menjadi ikon ekonomi dan politik negeri Ginseng. BTS bahkan telah ditetapkan sebagai ikon global Korsel dan pernah ditunjuk sebagai utusan khusus presiden. Pada September 2021, misalnya, BTS mewakili Korsel menghadiri sidang umum PBB ke-75 yang digelar di New York, Amerika Serikat (AS).
Di Indonesia, selebriti yang memiliki peranan besar semacam itu adalah Raffi Ahmad. Dengan pengikut Instagram sebesar 62,1 juta dan YouTube sebesar 23,7 juta, dapat dikatakan Raffi merupakan selebriti paling berpengaruh saat ini. Tidak hanya soal kemampuannya di bidang endorsement produk kapital, sosoknya bahkan didekati oleh berbagai elite politik, hingga dipanggil Istana untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Besarnya pengaruh itu yang tampaknya membuat kepala-kepala daerah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memunculkan nama Raffi sebagai sosok yang dapat menjadi capres. Seperti yang disebutkan Ketua DPD PKS Zulkieflimansyah, dalam pembicaraan informalnya dengan kepala-kepala daerah PKS ketika bertanya siapa yang pantas dicalonkan PKS, jawabannya bukan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, maupun Prabowo Subianto, melainkan Raffi Ahmad.
Di berbagai belahan dunia, transformasi selebriti menjadi politisi sukses telah menjadi fenomena umum. Di AS, misalnya, ada artor Ronald Reagan yang menjadi Presiden ke-40 Paman Sam. Kemudian ada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang merupakan mantan komedian. Melihat komparasi yang ada, bukan tidak mungkin Raffi Ahmad akan mengulang cerita sukses Reagan dan Zelensky jika benar-benar diusung oleh PKS.
Namun, tentu sebagai catatan, jangan sampai usulan Raffi Ahmad sebagai capres terjebak dalam bias popularitas. Seperti kata sosiolog Prancis Jean Baudrillard, era digital telah membuat kita sulit membedakan antara yang citra dengan realitas. (R53)