Ketua DPP PDIP Puan Maharani beberapa waktu lalu bertemu dengan Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem Surya Paloh di tengah-tengah kabar “keretakan” hubungan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Paloh. Mungkinkah ini pertanda bahwa Puan adalah “Taufiq Kiemas” yang baru?
“We’ve come to a dangerous place. We can’t afford to fight a war amongst ourselves.” – Lord Eddad Stark, Game of Thrones (2011-2019)
Di mana kita bisa mendapatkan hiburan yang sekaligus mengandung intrik-intrik politik di dalam alur ceritanya? Memang, ada banyak jawabannya – mulai dari The Crown (2016-sekarang), The Politician (2019-2020), hingga House of Cards (2013-2018).
Namun, seri mana lagi yang bisa menyatukan intrik politik dengan kisah abad pertengahan bila bukan franchise dari Game of Thrones (2011-2019) – alias GoT? Bisa dibilang, seri ini menjadi salah satu seri yang paling digemari pada zamannya.
Kurang politis apa lagi? Kisahnya menempatkan persaingan – dan peperangan – di antara keluarga-keluarga bangsawan sebagai latar utama, yakni guna memperebutkan takhta the Iron Throne.
Tujuan persaingan di antara mereka pun sama dengan definisi politik yang sering dibilang oleh Harold Lasswell – bahwa politik dapat dimaknai sebagai siapa (who) yang mendapatkan (gets) apa (what), kapan (when), dan bagaimana (how).
Memang sih GoT ini berangkat dari persaingan antar-keluarga bangsawan. Namun, siapa sangka kalau persaingan di dalam satu keluarga pun bisa terjadi?
Ambil lah seri sekuel terbaru dari GoT yang berjudul House of the Dragon (2022-sekarang) sebagai perumpamaan. Dalam seri ini, diceritakan bahwa keluarga Targaryen kebingungan untuk mencari ahli waris penerus takhta.
Alhasil, Raja Viserys Targaryen menunjuk Rhynaera Targaryen yang merupakan seorang putri untuk menjadi ahli waris. Sontak saja, saudara Viserys yang bernama Daemon Targaryen langsung marah-marah tuh – menganggap sang raja telah mengkhianatinya untuk menjadi penerus takhta.
Ya, namanya politik kerajaan, ini pun bakal berujung pada perebutan kekuasaan. Padahal nih, Rhynaera itu cukup akrab dan dekat dengan pamannya yang bernama Daemon tadi.
Hubungan problematis di antara Viserys, Daemon, dan Rhynaera ini kurang lebih mirip-mirip lah ya dengan kondisi politik domestik Indonesia di dunia nyata – khususnya di antara Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Partai NasDem Surya Paloh, dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani.
Meskipun Mbak Puan ini adalah putri dari Bu Mega, tampaknya sosok yang juga menjabat sebagai Ketua DPR RI itu ternyata juga dekat dengan Pak Paloh. Bahkan, Mbak Puan ini sampai berpelukan dengan Ketum NasDem tersebut dan memanggilnya sebagai om-nya sendiri.
Padahal, panggilan “om” sendiri bisa bermakna macam-macam ya? Hmm. Benar bukan? Bisa jadi panggilan untuk sosok laki-laki yang memang usianya jauh lebih tua.
Namun, terlepas dari itu, panggilan berbau “kekeluargaan” seperti ini setidaknya menyadarkan kita akan satu hal, yakni bagaimana politik domestik Indonesia dipenuhi dengan politik ala keluarga – mirip-mirip dengan apa yang terjadi di GoT.
Wait, kalau begitu, nilai-nilai yang diyakini dalam keluarga itu sendiri juga penting dong untuk diwariskan. Misalnya nih, keluarga Stark di GoT kan punya prinsip untuk selalu setia terhadap keluarga mereka.
Mungkin, nilai-nilai yang dimiliki oleh House of Soekarno juga terwariskan kepada Mbak Puan nih. Bisa jadi, peran “diplomat” ala Mbak Puan yang berkunjung ke House of Paloh – meskipun sempat ada kabar renggang dengan Bu Mega – adalah prinsip diplomatis Puan yang diturunkan dari mendiang ayahnya, Taufiq Kiemas.
Bisa dibilang, Taufiq Kiemas ini selalu menjadi jembatan politik bagi PDIP dengan partai-partai lainnya – meskipun Bu Mega kerap tidak cocok dengan partai tersebut. Apakah peran ini kini digantikan oleh Mbak Puan ya?
Wah, kalau benar demikian, Mbak Puan ini jadi “anaknya” siapa ya? Anak bapaknya, atau anak ibunya tuh? Kan, pertanyaan-pertanyaan seperti ini juga kerap terlontar ketika mengunjungi keluarga yang baru saja mendapatkan putra/putri bayi. Bukan begitu? (A43)