Site icon PinterPolitik.com

Puan Capres Kok Moody-an?

Puan Capres Kok Moody-an?

Puan Maharani saat membagikan kaos. (Foto: Detik)

“Mbak Puan kaget, ‘Lho, kok kamu yang memegang kaos?’, Mbak Puan itu bertanya bukan marah.” – Said Abdullah, Ketua DPP PDIP


PinterPolitik.com 

Video yang memperlihatkan Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang sedang membagi-bagikan kaos kepada warga di tengah keramaian tengah viral di media sosial. 

Perhatian warganet teralihkan pada ekspresi wajah cemberut Puan, yang seolah-olah sedang merasa tak senang. Entah apa yang membuat Puan kelihatan cemberut, yang pasti video itu terlanjur tersebar luas di media sosial. 

Nah, belakangan diketahui, kalau peristiwa dalam video itu terjadi di wilayah Jawa Barat yang sempat disebut Puan dengan istilah “kandang banteng”. 

Merespons viralnya video itu, Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengklarifikasi dengan mengatakan kalau raut wajah Puan yang cemberut disebabkan karena pengawal pribadi (walpri) yang tidak menjalankan tugas dengan benar. 

Said melanjutkan, seharusnya seorang walpri tidak membagikan kaos, karena hal itu merupakan tugas elite parpol. Inilah alasan sebenarnya ekspresi cemberut itu muncul di wajah Puan. 

By the way, ini bukan kontroversi pertama Puan yang jadi sorotan publik loh, Ia seringkali dianggap sebagai politisi yang tidak mampu mengontrol ekspresi kekesalannya. 

Mungkin kita masih ingat, peristiwa “matikan mic”. Saat itu Puan mematikan mikrofon anggota DPR dari Fraksi Demokrat Irwan Fecho saat sedang mengajukan interupsi terkait penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dalam rapat paripurna. 

Kok Ibu Puan Cemberut Sih?

Sebenarnya, apa yang diperlihatkan Puan bisa menghampiri setiap orang. Umumnya, orang yang tidak mampu mengontrol ekspresi kekesalan biasanya karena pengaruh mood swing.

Mood swing atau dikenal sebagai kondisi perubahan suasana hati adalah perubahan emosi yang dapat terjadi sesekali karena ada faktor pemicu. Perubahan suasana hati dikatakan normal jika kondisi ini tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Tapi apakah sebagai seorang politisi, wajar kalau Puan terkesan tidak mampu mengendalikan mood-nya?

Dalam konteks politik, seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk mengendalikan dan juga mengatur mood-nya, karena dia akan menjadi sorotan publik.

Warren Bennis dan Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan: Strategi dalam Pengembanan Tanggung Jawab, mengungkapkan bahwa kepemimpinan merupakan keahlian yang dilatih secara terus menerus oleh seseorang.

Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang.

Dengan kata lain, kepemimpinan juga berlaku dalam politik haruslah lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

Sebagai pembanding, kita dapat melirik kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern. Ardern menjadi satu contoh pendobrak stereotip bagi perempuan maupun feminitas.

Gaya kepemimpinan Ardern terkenal langka. Sebagai perempuan, ia dianggap mempunyai kemampuan yang jarang dimiliki perempuan kebanyakan, yakni  mengontrol emosi yang sering berubah.

Bahkan dalam beberapa pemberitaan, ada cerita tentang Ardern yang tetap menjalankan kodratnya sebagai seorang perempuan sekaligus menjadi pemimpin. Ardern menjadi Perdana Menteri kedua di dunia yang melahirkan selama menjabat.

Hmm, sekiranya sepak terjang Perdana Menteri Ardern ini dapat menjadi role model kepemimpinan. Harapannya, kepemimpinan karismatik Adern bisa sampai ke Indonesia, dan semoga Mbak Puan bisa belajar dari Ardern. (I76)


Kelas Revolusi Baru, Jalan Nadiem Menuju Pilpres
Exit mobile version