Kelompok relawan Joko Widodo (Jokowi), Jokowi Mania atau biasa dikenal dengan sebutan “Joman”, resmi mendeklarasikan dukungan mereka terhadap bakal calon presiden asal Gerindra, Prabowo Subianto, di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Apakah Prabowo akan menjadi sosok penerus nawacita Presiden Jokowi?
“You don’t change the man to fit the narrative, you change the narrative to fit the man.” – Our Brand is Crisis (2015)
Kutipan di atas adalah ucapan Jane Bodine kepada tim kampanye Castillo – salah satu calon presiden (capres) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Bolivia. Jane Bodine adalah seorang konsultan politik asal Amerika Serikat (AS) yang memiliki spesialisasi di bidang pemenangan pemilu.
Film Our Brand is Crisis (2015) bercerita tentang proses pemenangan Castillo sebagai Presiden Bolivia melalui permainan narasi dan pembangunan citra politik yang spesifik. Pada awalnya, Castillo bukanlah kandidat yang populer di mata rakyat Bolivia karena dinilai sebagai politikus kuno. Rakyat Bolivia menginginkan sosok baru yang bisa membawa harapan yang baru juga bagi Bolivia.
Untuk mengakali situasi ini, Jane menciptakan narasi bahwa Bolivia sedang berada dalam krisis sehingga pemilu kali ini bukan sekadar pemilu, tetapi persoalan hidup-mati negara ini. Bolivia membutuhkan sosok pemimpin yang tegas dan sudah matang pengalaman politiknya.
Kisah Castillo ini mirip dengan sosok Prabowo Subianto. Selama dua Pemilihan Presiden (Pilpres) ke belakang, Prabowo masih kerap diasosiasikan sebagai tokoh lama dari Orde Baru dan bukan sosok yang tepat bagi Indonesia.
Kini, Prabowo kembali ingin mencalonkan diri sebagai presiden untuk yang ketiga kalinya. Namun, seperti Castillo, Prabowo juga membutuhkan rebranding politik untuk menggaet dukungan masyarakat. Lantas, apa strategi yang diambil oleh Prabowo?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami terlebih dahulu arti political branding. Dalam tulisannya yang berjudul Evolution of Political Branding: Typologies, Diverse Settings, and Future Research, Pich dan Newman mendefinisikan political branding sebagai pemasaran dan pembangunan citra untuk membedakan suatu entitas politik dengan entitas politik lainnya.
Citra politik ini penting agar kandidat politik dapat lebih mudah dipasarkan ke masyarakat. Langkah Prabowo agar menjadi lebih marketable dapat dilihat dari deklarasi kelompok relawan Joko Widodo (Jokowi), Jokowi Mania (Joman), yang kini resmi mendukung Prabowo dalam Pilpres mendatang.
Ketua Umum (Ketum) Joman Emmanuel Ebenezer resmi mendeklarasikan Prabowo Mania 08 pada 12 Maret 2023 lalu. Acara deklarasi Prabowo Mania ini mengangkat tema “Rekonsiliasi Menuju Demokrasi yang Lebih Berkualitas”.
Berkaca dari sini, Prabowo terlihat tengah membangun citra politik sebagai suksesor dari Jokowi. Hal ini juga tercerminkan dalam pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.
Bagi Hashim, dukungan relawan Jokowi terhadap Prabowo adalah hal yang lumrah. Sebab, Prabowo dan Jokowi memiliki pandangan yang sama dalam program-program pemerintah. Proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara adalah salah satu contohnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa upaya rebranding Pak Prabowo ini luar biasa. Pada Pilpres 2019, Prabowo merupakan lawan politik dari Jokowi. Namun, saat ini Prabowo justru ingin melabeli dirinya sebagai penerus Jokowi.
Seperti kata orang-orang, Tuhan memang maha membolak-balikkan hati. Semoga strateginya kali ini membuahkan hasil sesuai harapan ya di Pilpres 2024, Pak Prabowo. Hehe. (A43)