“Kita sudah mampu produksi pasta, mi instan. Ini singkong. Singkong menjadi tanaman penyelamat dunia. Indonesia dapat jadi yang terdepan memproduksi, dan menyelesaikan ancaman terhadap ketahanan pangan” – Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan RI
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mendapat kesempatan untuk berpidato di depan forum keamanan pangan dunia negara-negara G20.
Dengan penuh antusias, Prabowo mempromosikan produk olahan singkong tanah air yang diklaim sebagai jawaban atas tantangan pangan dunia saat ini. Ia mengaku sejumlah produk olahan singkong ini sudah banyak dijual di pasaran e–commerce.
Prabowo menilai bahwa terdapat banyak keunggulan singkong. Salah satunya adalah karena tanaman ini begitu efisien.
Bahkan, Prabowo menyebut Bill Gates menggelontorkan dana sekitar 50 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk riset tentang singkong. Tanaman ini disebut Gates sebagai tanaman yang paling menarik di dunia.
Anyway, pidato Prabowo ini menarik bukan hanya karena ia mampu memberikan solusi ketahanan pangan akibat pasokan gandum dunia yang tidak stabil lantaran konflik Rusia dan Ukraina, melainkan juga gestur yang kelihatan sangat bersungguh-sungguh dan bahkan terlihat seperti “sales” dan “marketing”.
Muncul banyak pertanyaan, “Kok Prabowo begitu semangat? Apa motif di balik itu?” Nah, kalo kita lacak ke belakang, sebenarnya isu ancaman ketahanan pangan sudah jauh-jauh hari diantisipasi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, Prabowo mengaku diberi tugas pada 9 Juli 2020 lalu untuk ikut me-backup menteri-menteri lain dalam pengembangan food estate.
Hal ini adalah bentuk tindak lanjut pemerintah Indonesia atas peringatan Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang mewanti-wanti adanya kemungkinan kelangkaan pangan.
Lantas, apakah antusiasme Prabowo hanyalah sebatas untuk memenuhi “titah” Presiden Jokowi?
Sebenarnya, ada alternatif lain untuk menjawab fenomena ini karena ada gestur yang tidak biasa dari antusiasme Prabowo ini. Terlihat ada upaya untuk membangun narasi atau wacana tersendiri dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Tentunya, ini berhubungan dengan siasat pemerintah Indonesia yang menginginkan KTT G20 lebih fokus pada persoalan pemulihan ekonomi dibanding persoalan politik global yang akan begitu berisiko bagi Indonesia.
Dalam konteks politik, pembuatan narasi semacam ini dijelaskan oleh Ken Hyland dalam bukunya The Continuum Companion to Discourse Analysis yang melihat ada upaya aktor politik untuk amplifikasi wacana tertentu agar mengalihkan fokus sebuah narasi.
Hal ini dilakukan melalui seperangkat wacana yang biasa disebut a set of discourse, yang mana dinarasikan dengan serius hingga menyita perhatian banyak pihak hingga wacana lain sedikit demi sedikit terlupakan. Ya, ini semacam pengalihan isu lah.
Hmm, jadi ngerti kenapa Pak Prabowo mendadak jadi “sales” singkong. Sampai-sampai, teknik dan jurus marketing yang diperlihatkan Pak Prabowo seolah-olah emang sudah pro banget jualan.
Jadi ingat mbak-mbak Jenius yang sering cegat kita di mall untuk nawarin produknya. Semoga saja, saat acara itu, Pak Prabowo nggak cegat pemimpin negara yang hadir KTT lalu berkata, “Sudah coba singkong belum?” Hehehe. (I76)