“Kalau mau pisah, pisah yang baik. Silakan,” – Prabowo Subianto, Ketum Partai Gerindra
Baru-baru ini, jagat politik dihebohkan oleh pernyataan Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menyinggung kader yang ingin meninggalkan partai.
Prabowo mengatakan bahwa, jika ada kader yang ingin pisah, maka berpisahlah dengan baik. Menurutnya, jika ada yang merasa tidak cocok dengan dirinya, maka tidak masalah untuk mencari partai lain.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menduga bahwa sindiran yang dilayangkan Prabowo Subianto buat kader Partai Gerindra yang dinilai keluar jalur mengarah ke Sandiaga Uno.
Sedikit memberikan konteks, hal ini tentu berkaitan dengan desas-desus kalau Sandi hendak hengkang dari Gerindra dan berlabuh ke PPP karena kepentingan pencalonan presiden Pemilu 2024.
Menurut Umam, pernyataan Prabowo seolah menyiratkan bahwa Ketum Partai Gerindra itu mengusir Sandiaga secara halus.
Anyway, gestur dan pernyataan Prabowo ini menyiratkan salah satu bentuk perilaku politik yang punya kaitan erat dengan tradisi politik Jawa.
Dalam tradisi Jawa, setiap tindakan tidak harus disampaikan dengan lugas. Tentu, cara menyindir dianggap paling efektif dibandingkan berkata langsung meskipun seringkali orang kebingungan memaknai sindiran dalam tradisi Jawa.
Paul Stange dalam bukunya Politik Perhatian: Rasa dalam Kebudayaan Jawa menggambarkan sikap menyindir itu bagian dari politik untuk menarik perhatian seseorang.
Salah satu ungkapan yang mewakili kearifan Jawa adalah “Ngono ya ngono, ning ojo ngono.” Kira-kira, artinya adalah “Begitu ya begitu tapi jangan begitu”.
Ungkapan ini mengandung makna bahwa setiap orang boleh berbuat apa saja tetapi jangan sampai menyakiti hati dan perasaan orang lain. Orang Jawa mempunyai kebijakan untuk membiarkan orang lain melakukan apapun kemauannya tetapi memberikan batasan yang berupa tanggung jawab, tenggang rasa, dan saling memahami.
Nah, jika dikaitkan dalam konteks ungkapan Prabowo kepada Sandi, maka dapat maknai kalau Sandi haruslah paham kalau Gerindra sampai saat ini masih komitmen untuk mendukung Prabowo sebagai calon presiden (capres).
Dalam pernyataan itu, Prabowo seolah ingin mengatakan bahwa, jika benar Sandi ingin pergi, maka ia perlu ingat peribahasa, “Datanglah dengan baik. Berikan yang terbaik. Jika ingin pergi, pergilah dengan baik, sebaik saat awal kamu datang.”
By the way, jika kita simak, perjalanan hubungan Prabowo dan Sandi ini cukup dramatis loh. Mereka sempat jadi pasangan ketika duet di Pilpres 2019. Pasti banyak kenangan.
Hmm, kalau diingat-ingat momen keduanya, lalu membayangkan akan berpisah, jadi ingat syair dari lagu “Rela Kehilangan” karya Sammy Simorangkir yang berbunyi:
Tak ku sangka kau tinggalkan aku
Akhiri semua yang telah berlalu
Tanpa ada satu kesempatan
Ku harus rela kehilanganmu
Begitu perih yang ku rasakan
Lalui hari tanpa hadirmu
Mencoba tuk melupakan
Kaulah yang terdalam menghiasi hidupku
Well, Kita tahu, meski telah rela kehilangan, pasti rasa rindu selalu datang menghampiri. Semoga saja ketika Sandi benar-benar pergi, akan tetap rindu Gerindra. Eh, kayak-nya Sandi kan sering pergi dan kembali ke Gerindra ya? Hehe. (I76)