Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menemui anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Habib Luthfi bin Yahya di kediamannya di Pekalongan, Jawa Tengah. Apakah Prabowo tengah mendekati ulama lagi untuk maju di Pilpres 2024?
Menurut Research Director IndoNarator Haris Samsuddin, jika melihat sejarah, ada dua kekuatan utama yang mempengaruhi dinamika dan pergantian kursi kekuasaan di Indonesia, yakni militer dan Islam. Menurut Harsam, sapaan akrabnya, dua kekuatan ini juga akan memainkan peranan kunci di Pilpres 2024 mendatang.
Tidak hanya secara historis, pernyataan Harsam juga dapat dijustifikasi secara teoretis. Pertama, postulat terkait kekuatan militer telah lama diletakkan oleh pendiri Republik Rakyat Tiongkok, Mao Zedong ketika mengatakan, “Political power grows out of the barrel of a gun”. Kekuatan politik tumbuh dari laras senapan.
Senapan adalah metafora dari tentara. Menurut Mao, tentara adalah komponen utama dari kekuasaan negara. Siapa pun yang ingin merebut dan mempertahankan kekuasaan negara harus memiliki tentara yang kuat. Secara tautologis, dapat dikatakan tentara adalah kekuatan politik itu sendiri.
Kedua, mengacu pada sistem pemilu yang menjalankan one person, one vote, titik tolakan demokrasi telah berpindah menjadi soal ukuran dan jumlah. Pada praktiknya, politik tidak lagi membahas kualitas narasi, melainkan kemampuan dalam menghimpun suara sebanyak-banyaknya.
Atas dasar ini, kekuatan utama politik terletak pada mayoritas. Di Indonesia, dengan jumlah penduduk Muslim sebesar 237,53 juta jiwa atau setara 86,9 persen dari populasi yang mencapai 273,32 juta jiwa, ini praktis membuat Islam menjadi kekuatan utama.
Dengan demikian, pernyataan Harsam bahwa militer dan Islam akan menjadi kekuatan penentu di Pilpres 2024 sekiranya sangat tepat.
Nah, jika kita berbicara dua kekuatan itu, ada satu sosok potensial yang memenuhinya, yakni Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Sebagai jenderal bintang tiga, latar militer Prabowo jelas tidak terbantahkan.
Kemudian terkait Islam, sejak Pilpres 2014 lalu Prabowo terlihat mendapat dukungan dari kelompok ulama dan berbagai ormas Islam. Terkhusus pada Pilpres 2019, kuatnya dukungan dari kelompok Islam sampai menciptakan polarisasi politik yang ekstrem.
Menurut Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani, tidak ingin melihat perpecahan bangsa yang menjadi alasan Prabowo memilih bergabung ke koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
“Pembelahan yang mengancam persatuan bangsa amatlah nyata dan Pak Prabowo tidak mau bangsa ini terbelah, apalagi sampai terjadi pertumpahan darah,” ungkap Muzani ketika menghadiri acara silaturahmi dengan ulama, pimpinan ormas, akademisi, dan cendekiawan masyarakat Jawa Barat di Gedung Yayasan Darul Hikam, Bandung, pada 23 April.
Kalau diperhatikan, Prabowo dan Gerindra tampaknya tengah menghimpun kembali dua kekuatan politik utama dengan mendekat ke Islam. Pasalnya, seperti yang diketahui, keputusan Prabowo bergabung ke koalisi telah menimbulkan kekecewaan dari pendukungnya yang berasal dari kelompok Islam.
Selain Muzani yang menghadiri acara di Bandung, Prabowo juga terlihat menemui anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Habib Luthfi bin Yahya di kediaman pribadi Habib Luthfi di Pekalongan, Jawa Tengah pada 19 April.
Meskipun ada yang menyebutnya sebagai silaturahmi biasa. Bukan tidak mungkin, ini adalah upaya dalam menggalang dukungan politik. Prabowo sendiri telah mencoba menghimpun dua kekuatan politik utama sejak Pilpres 2014.
Dengan perjalanan itu, sangat mungkin jika strategi serupa diulang di 2024 mendatang. Kita lihat saja. (R53)