“Ini semua menjadi rahasia umum Pak, rahasia umum. Jenderal Andika, di mana ada Jenderal Andika tidak ada KSAD” – Effendi Simbolon, anggota Komisi I DPR RI
Beberapa hari lalu, ada momen menarik saat Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menghadiri rapat kerja bersama Komisi I DPR RI.
Saat itu, Prabowo tidak hadir sendirian, ia didampingi oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan semua Kepala Staf Angkatan TNI, termasuk KSAD Jenderal Dudung Abdurachman.
Fast forward, menjelang rapat berakhir, Prabowo mengajak Andika dan Dudung untuk foto bersama. Menariknya, ia merekatkan kedua tangan Jenderal TNI AD itu, sambil tertawa lepas satu dengan lainnya.
Sontak, pose salam komando yang diinisiasi Prabowo seolah mempunyai makna simbolik tersendiri. Makna yang berarti kalau antara Andika dan Dudung sebenarnya tidak terjadi apa-apa.
Sedikit memberikan konteks, hubungan Andika dan Dudung disebut sempat memanas beberapa waktu kemarin. Disharmonisasi terkuak di publik saat anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon menyindir keduanya yang tampak terjebak peta konflik.
Nah, momentum salaman antara Andika dan Dudung sekiranya mempunyai cerita politik di baliknya. Foto itu seolah memberikan makna kalau Prabowo mampu mendamaikan konflik dua Jenderal TNI itu.
Perlu diingat, momentum dalam politik sangat berpengaruh. Seorang politisi sangat jeli untuk mengkonversi sebuah momentum demi kepentingan politiknya. Dan Prabowo mungkin menyadari berpengaruhnya momentum itu untuk diberi makna politik.
Tafsir politik terhadap foto yang ditangkap oleh kamera rupanya tidak bisa dianggap remeh loh, mungkin kebanyakan dari kita hanya berpikir ini kebetulan saja.
Padahal, saat ini kita memasuki abad “maha foto”, di mana kebanyakan orang termasuk politisi sangat sadar atas mahakuasa dari sebuah gambar.
Tschauhan dalam tulisannya Why Images Speak Louder Than Words, menjelaskan kamera mampu menyiratkan berbagai makna dikarenakan banyak variabel yang berpengaruh dalam memaknai sebuah foto.
Wah, berarti foto itu juga bisa dipahami kalau Pak Prabowo mampu menjadi moderator yang baik. Dengan berhasil mengajak duduk bersama dua orang yang bersitegang, itu memberikan citra kalau manajemen konflik Prabowo telah teruji.
Citra ini akan menjadi modal politik Prabowo dalam kompetisi politik di 2024. Dengan adanya citra sebagai moderating force, membuat Prabowo mudah mengkampanyekan anti politik fragmentasi yang juga menjadi isu publik.
Hmm, tapi kalo kita lihat lagi secara seksama, kok peran Pak Prabowo mirip dengan guru Bimbingan Konseling (BK) ya?
Bayangkan kalau ruang rapat DPR seperti ruang guru. Lalu, Prabowo layaknya guru BK yang mendamaikan dua murid yang sedang bertengkar di depan para guru.
Eits, tunggu dulu, anggota DPR di sini kita ibaratkan seolah-olah guru ya, bukan murid yang lain loh. Soalnya kalau mereka murid, nanti mereka jadi ikut berantem dong. Uppsss. Hehehe. (I76)