“Tadi saya sudah mengatakan, ini sahabat saya yang paling tidak saya pahami,” – Emha Ainun Najib (Cak Nun), Sastrawan
Kedekatan antara Emha Ainun Najib (Cak Nun) dan Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto sedang ramai jadi pembicaraan – terlebih saat satu panggung di acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur (Jatim).
Pada salah satu sesi acara, Cak Nun mengatakan bahwa Prabowo Subianto merupakan sahabatnya yang paling tak bisa dipahami. Meski demikian, ia tetap memahami apa yang dikatakan Prabowo dalam acara itu.
Anyway, mungkin saat ini banyak orang yang mengenal nama Cak Nun. Namun, mungkin tak semua orang benar-benar mengenal tentang bagaimana sepak terjangnya sehingga ia menjadi salah satu tokoh yang berpengaruh bagi “kaum santri”.
Sedikit memberikan konteks, Cak Nun bukan hanya dikenal sebagai sastrawan, budayawan, cendekiawan,dan pekerja sosial, melainkan juga kiai (pemimpin spiritual), artis, dan sederet sebutan lainnya.
Sebagai seorang pekerja sosial, aktivitas Cak Nun lebih banyak bersentuhan dengan persoalan pengembangan potensi masyarakat. Kemampuan Cak Nun dalam membaur dengan masyarakat ditunjukkan dengan menyelenggarakan berbagai pertemuan sosial di berbagai wilayah di Indonesia.
Sebut saja komunitas Padhangmbulan Jombang yang merupakan salah satu acara rutin yang diselenggarakan oleh Cak Nun setiap tanggal 15 bulan Jawa – atau tepat pada saat malam bulan purnama.
Kemudian, ada Jamaah Maiyah Kenduri Cinta Jakarta yang merupakan forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas dengan sangat terbuka, non-partisan, ringan, dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender.
Bersama komunitas ini, Cak Nun tercatat menyelenggarakan acara yang diadakan setiap bulan di Taman Ismail Marzuki dan sudah berlangsung sejak tahun 1990-an.
Pada konteks Prabowo sebagai kandidat calon presiden (capres) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, efek kedekatan dengan Cak Nur – bahkan mengikuti acara yang dilakukan – akan menjadi poin penting untuk menaikkan elektabilitas di kalangan santri dan pengikut Cak Nur.
Dan Nimmo dalam bukunya Political Communication and Public Opinion in America mengatakan bahwa pejabat memerlukan seseorang di luar dirinya untuk menjadi komunikator politik. Nimmo melanjutkan bahwa pejabat yang dimaksud adalah mereka yang bercita-cita menduduki posisi tertentu dalam suatu jaringan kekuasaan.
Faktor lain selain Cak Nun yang menguntungkan Prabowo adalah lokasi kegiatan, yaitu di Jatim. Seperti yang kita ketahui kalau data survei dalam sejarah Pilpres 2004 sampai 2019, terbukti pemenang pilpres merupakan pemenang di wilayah Jawa Tengah (Jateng) dan Jatim.
Artinya, kunjungan Prabowo ke Jatim bukan hanya kunjungan biasa. Jatim adalah rumah warga Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus sejarah “kaum sarungan” dimulai dari tempat ini.
Dapat dimaknai pertemuan Prabowo dengan Cak Nun dapat dianggap sebagai upaya mengetuk dua pintu sekaligus, yakni pintu dukungan Cak Nun dan juga pintu relung budaya santri yang merupakan kebanyakan pengagum Cak Nun.
By the way, kisah Prabowo dan Cak Nun ini bisa jadi bukti kalau persahabatan merupakan pintu gerbang meraih sukses. Bayangkan, seperti kita kebanyakan yang mengetahui penting arti sahabat untuk mengantarkan kita meraih mimpi.
Hmm, jadi curiga nih. Apakah persahabatan ini hanya sekedar membantu Prabowo ataukah nantinya Can Nun malah menjadi calon wakil presiden (cawapres) Prabowo? Who knows, kan? Hehehe. (I76)