Site icon PinterPolitik.com

PLN Terancam Gulung Tikar?

PLN Terancam Gulung Tikar

Proses penyemproten disinfektan yang dilakukan di Kantor Pusat PLN. (Foto: MNC Trijaya)

“Lebih baik pergi tidur tanpa makan malam daripada bangun tidur dengan utang” – Benjamin Franklin, ahli fisika asal Amerika Serikat (AS)


PinterPolitik.com

Coba deh, cuy, kalian baca sekali lagi judul mimin. Sedih nggak? Harus dong karena memang Indonesia ini perlu dicemaskan. Nyatanya, Indonesia nggak kunjung terbebas dari persoalan ekonomi yang membingungkan.

Bahkan nih, dalam ruang akademik, mimin sampai merasa kok seakan-akan semua kepiluan ekonomi cocok disematkan di Indonesia. Coba deh bayangkan, mulai dari kapitalisme pinggiran sampai klientelisme eceran, semuanya disematkan oleh analis saat menyimpulkan gaya pengoperasian ekonomi politik oleh elite Indonesia.

Bandingkan saja dengan penyebutan buat negara Amerika Latin, seperti kapitalisme progresif dan lainnya. Sangat berbeda jurang pemisahnya.

Hati mimin semakin miris mana kala baca berita yang menampilkan kutipan wawancara dengan ekonom senior Faisal Basri seputar nasib Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dalam kutipannya, Om Faisal bilang bahwa PLN nih lagi ada di ujung tanduk karena menanggung utang negara mencapai 500 triliun.

Mirisnya, ternyata pemerintah juga memiliki utang Rp 45,42 triliun kepada PLN, cuy. Bayangin, kalau pemerintahnya saja utang ke perusahaannya yang padahal sudah engep menanggung utang, terus kira-kira siapa yang mau melunasin tumpukan utang itu, cuy? Hanya mukjizat yang bisa menjawab, lebih-lebih setelah mimin tahu bahwa pemerintah sama sekali belum membayar utang itu sepeser pun. Hiks.

Mimin nggak habis pikir, kok bisa pemerintah kita hobi banget nunggu utang membumbung tinggi begini? Padahal nih, gengs, sewaktu ngaji di madrasah, guru mimin berujar jangan sampai nunggu utang meninggi, sebab ada unsur zalim terhadap orang yang ngutangin.

Lagian juga kalau utang udah segede itu, pasti malas kan mau mbayar. Makanya dalam dunia utang-mengutang ada istilah nyicil, biar nggak malas dan kaget.

Okelah, kalau pemerintah masih bisa bersantai sebab mungkin memakai anggapan cara main kapitalisme negara yang intinya bisa mendapat keuntungan besar lewat pemanfaatan aset-aset, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, ayolah, Pak, kalau belajar ilmu itu yang tuntas, sebab meski kapitalisme negara itu terlihat menggiurkan, namun juga menyimpan malapetaka.

Ya, memang sih kapitalisme negara bisa menghadirkan program pembangunan di mana-mana, tapi kalau nggak dibarengi dengan tanggung jawab pemerintah, yang ada malah krisis sosial dan lingkungan, Pak. Nah, salah satu bukti krisis sosial ya sekarang ini. Sampai-sampai Om Faisal lho nggak segan bilang, ”Akibatnya, kalau September belum dibayar, kolaps PLN”.

Bayangin, cuy, ini udah Juli, kurang dua bulan lagi. Dan, ironisnya, sampai sekarang soal PLN ini nggak buru-buru ditanggapi serius oleh pemerintah. Ya, memang sih, mimin percaya pemerintah dan manusia Indonesia tuh punya mentalitas optimis tinggi tapi bukan berarti santai-santai begini.

Bisakah secara serius kita belajar dari dampak dari model kapitalisme negara era Orde Baru? Pembangunan menggiurkan, tetapi uang negara ambrol tak tersisa. Inginkah kita seperti itu? Kalau nggak, makanya segera dibayar utangnya lho, cuy. (F46)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version