Kelompok yang menamakan dirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Merah melakukan aksi cukur rambut hingga gundul. Kenapa ritual gundul dapat berubah menjadi instrumen politik?
Lagu Gundul-gundul Pacul pastinya tidak asing di telinga masyarakat Jawa Tengah karena seringkali dinyanyikan oleh anak-anak sebagai lagu daerah. Konon, sekitar tahun 1400-an, lagu ini dikarang oleh Sunan Kalijaga dan juga dibantu oleh R.C Hardjosubroto.
Kata gundul dalam syair lagu ini berarti kepala plontos, botak, atau tidak ada rambut. Kepala sendiri merupakan simbol kehormatan, sedangkan rambut merupakan mahkota. Sehingga gundul memiliki makna simbolik, yaitu kehormatan tanpa adanya mahkota.
Mungkin ini yang ingin ditampilkan kelompok yang menamakan diri mereka Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Merah di Semarang, Jawa Tengah. Mereka mengerahkan ratusan massa untuk turun ke jalan, mengungkapkan rasa syukur karena PKB akhirnya membentuk koalisi dengan Partai Gerindra.
Seperti yang diketahui sebelumnya, PKB Merah yang mengklaim diri mereka sebagai pemilih loyal PKB, menolak partainya berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ekspresi protes dapat dilihat dari spanduk yang bertuliskan “PKB Merah Menolak Koalisi Semut Merah. Tolak Koalisi dengan PKS”.
Budi Santoso, Koordinator PKB Merah, mengungkapkan bahwa persoalan perbedaan ideologis serta situasi kebatinan kader PKB di akar rumput yang menjadi alasan PKB Merah menolak PKS menjadi mitra koalisi untuk Pilpres 2024 mendatang.
Dari serangkaian aksi yang dilakukan oleh PKB Merah, terdapat satu peristiwa menarik yang mencuri perhatian, yaitu aksi mencukur rambut hingga gundul. Muncul pertanyaan, kenapa mereka melakukan tindakan seperti itu?
Yando Zakaria, seorang antropolog dari Pusat Etnografi Komunitas Adat di Yogyakarta, mengungkapkan bahwa ritual adat seperti mencukur rambut merupakan upaya masyarakat untuk menjaga keseimbangan.
Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah keharmonisan hubungan manusia dengan manusia lain, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Pencipta. Jadi, mencukur rambut bukan hanya peristiwa biasa, melainkan sebuah ritual dari kebudayaan.
Bahkan, ekspresi keseimbangan ini juga ada dalam ajaran agama Islam, seperti saat Haji maupun Umrah yang disebut tahallul. Tahallul biasanya disimbolkan dengan mencukur minimal tiga helai rambut, tapi tetap pada praktiknya rambut dicukur hingga gundul.
Menariknya, bukan hanya dalam Islam. Konsep kepala gundul juga ada dalam ajaran Siddhartha Gautama, di mana rambut dianggap jadi lambang kesombongan seseorang. Dengan mencukurnya, bisa menghilangkan sifat buruk itu. Hal ini menerangkan kenapa umat Buddha mencukur rambut sampai gundul.
Konsep gundul di sini menempati dimensi spiritualitas masyarakat. Sebuah dimensi paling dasar manusia yang sangat sensitif dan juga mudah dipahami oleh masyarakat secara luas.
Dengan demikian, aksi gundul PKB Merah yang menolak PKS dengan alasan perbedaan ideologi, dapat dianggap sebagai upaya sekelompok orang untuk menggabungkan ekspresi budaya dan agama ke dalam sikap politik.
Spektrum ideologi yang berjarak menjadi titik protes mereka. PKB diasosiasikan dengan basis masyarakat Islam tradisional yang hidup di desa-desa, yang merasa tidak selaras dengan cara berpikir PKS, yang mayoritas pendukungnya merupakan kelompok Islam urban.
Hmm, jadi rupanya begitu besar dampak jarak ideologi partai ya, hingga kader rela untuk mencukur gundul rambutnya. Tapi, jika protes kader terkait ideologi selalu ditanggapi PKB, bisa jadi nanti PKB nggak punya teman koalisi loh. (I76)