“Ini perlu diluruskan agar jangan sampai menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu” – Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan
Perdebatan tentang perubahan definisi kematian akibat Covid-19 emang masih menjadi salah satu tajuk utama pemeberitaan. Setelah sebelumnya usulan tersebut disampaikan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, kini wacana tersebut mengemuka setelah disampaikan lagi oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Hmmm, kompak juga ya. Uppps.
Alasannya sih emang ditemukan ada rumah sakit yang disebut mengeluarkan status pasien meninggal akibat Covid-19, sekalipun hasil testnya belum keluar. Bahkan disinggung juga bahwasannya ada yang emang sengaja mau nyari untung dari makin banyaknya status pasien Covid-19 tersebut.
Hmm, kalau dipikir-pikir masuk akal juga sih. Soalnya, Covid-19 ini kan udah jadi virus yang menakutkan. Dan orang pasti bakal rela bayar mahal agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Makanya, harga testnya jadi mahal, biaya perawatannya ada yang sampai beberapa kali, dan lain sebagainya.
Intinya, Covid-19 ini jadi semacam “bisnis terselubung” lah. Beh, mencari keuntungan dari penderitaan orang lain itu dosanya besar loh. Uppps.
Tapi, yang bikin pernyataannya Moeldoko dan Ganjar menjadi kompleks adalah karena beberapa pihak menuduh pemerintah sedang mencari kambing hitam terkait ketidakmampuannya menangani pandemi ini. Karena angka kematian yang makin tinggi, jumlah pasien yang semakin banyak, dan lain-lain, maka cara untuk mengubah statusnya adalah dengan mendefinisikan ulang konteks predikat pasien Covid-19 itu.
Jadi, nanti yang meninggal akan dibedakan mana yang meninggal karena Covid-19 – yang ditandai oleh pneumonia berat akibat virus tersebut – dan mana yang meninggal “dengan Covid-19” yang sebetulnya terjadi pada orang yang positif terkena virus ini, tetapi juga punya penyakit bawaan lainnya misalnya jantung, ginjal, dan lain sebagainya.
Hmmm, cerdik juga ya strateginya. Uppps.
Yang jelas, dengan menuduh rumah sakit mencari keuntungan dalam kasus Covid-19 pada akhirnya akan melahirkan benturan-benturan baru. Ibaratnya bukan menyelesaikan masalah secara bersama, ini malah saling tuduh satu sama lain. Nggak heran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga menyampaikan kritiknya terkait masalah ini.
Intinya sih di tengah krisis kayak gini, sudah selayaknya nggak saling menyalahkan. Kritik terbuka yang disampaikan ke media juga kadang-kadang nggak menyelesaikan masalah loh. Covid-19 sudah selayaknya menjadi pelajaran berharga bagi perbaikan sistem kesehatan nasional Indonesia. (S13)