Site icon PinterPolitik.com

PDIP Takut Jokowi “Dijilat”?

PDIP Takut Jokowi"Dijilat"?

Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Detik)

“PDI Perjuangan mengimbau kepada ring satu Presiden Jokowi agar tidak bersikap asal bapak senang (ABS) dan benar-benar berjuang keras bahwa kepemimpinan Pak Jokowi yang kaya prestasi sudah on the track.” –   Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP


PinterPolitik.com

Ungkapan “Asal Bapak Senang” (ABS) mungkin sudah jarang kita dengar di atas panggung politik usai lengsernya Presiden Soeharto pada akhir abad ke-20. Namun, istilah ini pernah populer di era Orde Baru sebagai sebuah sindiran politik.

Sindiran atau sarkasme ini seolah dapat menjadi alat satu-satunya yang efektif di tengah atmosfer politik yang serba terbatas saat itu.

Praktiknya, sindiran ini ingin menyasar sebuah fenomena, yang mana sering kali ada laporan dari bawahan untuk para bos atau pejabat yang tidak sesuai kenyataan, melainkan tertulis dan direkayasa agar bagaimana si bos atau pejabat tersenyum. Ya, pokoknya asal bapak senang lah kira-kira.

Nah, istilah ini kembali dimunculkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang menyesalkan adanya mobilisasi relawan dalam acara Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.

Hasto menghimbau agar orang-orang di lingkaran satu Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bersikap asal bapak senang karena sikap semacam itu hanyalah akan membuat citra Jokowi tergerus.

Dia menegaskan kalau prestasi Jokowi sejatinya untuk bangsa Indonesia dan dunia, bukan untuk kelompok kecil yang terus melakukan manuver kekuasaan.

Merespons hal pernyataan Hasto, Ketua Umum (Ketum) Solidaritas Merah Putih Silvester Matutina yang sekaligus panitia acara relawan Jokowi di GBK menyindir balik PDIP dengan mengatakan ini bukan ABS, tapi Asal Rakyat Senang (ARS).

Anyway, istilah ABS ini rupanya belum hilang ya. Bahkan, ada yang mengatakan kalau kebiasaan ini adalah budaya dari warisan penjajah yang lantas berkembang lalu semakin canggih hingga kini.

Kalo kita lihat ke belakang, sebenarnya istilah ABS ini bukan hadir pertama kali di era Orde Baru loh, malah sudah ada sejak era Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.

Mangil Martowidjojo dalam bukunya Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967 menceritakan adanya grup band Istana yang diberi nama “Asal Bapak Senang. Band ini dibentuk atas prakarsa Detasemen Kawal Pribadi (DKP) sekarang Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Kelahiran band ini ditengarai karena sering kali Bung Karno sapaan akrab Presiden Soekarno – tidak cocok dengan band-band yang memainkan musik di sejumlah acara yang dihadirinya.

Meski secara resmi band ini bernama ABS, Bung Karno juga memberi nama khusus yaitu Band Die Brul Apen van BK yang artinya “monyet-monyet yang terus mengerang dan cecowetan tanpa henti”. Hmmm.

Dukungan Jokowi Tidak Berpengaruh?

Oh iya, dalam konteks organisasi, ABS ini sepertinya merupakan fenomena yang  lumrah terjadi. Meski tidak semua, akan ada saja segelintir pekerja yang rela “menjilat” atasannya – entah karena ingin mendapat perhatian lebih dan terlihat menonjol di antara rekan-rekan kerjanya, ingin mempromosikan dirinya agar mendapat jabatan yang lebih tinggi, atau entah dengan maksud lain. 

Adi Supriadi dalam tulisannya Manajemen Sumber Daya Manusia Human Resources menyebut perilaku semacam ini sering kali muncul dalam lingkungan kerja yang secara kultural tidak sehat.

Atasan seolah-olah menjadi “the one and only” yang  menjadi penentu hitam-putihnya nasib bawahan. Dalam kultur semacam ini, manajemen dan aturan main manajerial untuk menilai kinerja bawahan tidak ada.

Dalam konteks politik, bisa jadi  ini alasan PDIP takut Jokowi “dijilat”, yakni takut karena Jokowi nantinya menjadi “the one and only. Padahal, PDIP masih punya “the real the one and only”, yaitu Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Dalam tafsiran yang lain, bisa jadi PDIP takut Jokowi terlalu “dijilat” dengan teknik ABS yang hanya menguntungkan para “penjilat”.

Psikolog Universitas Indonesia, Diah Primi Paramita, menyebutkan bahwa seorang penjilat adalah seekor bunglon. Layaknya bunglon, penjilat bisa berubah dan berpindah haluan politik.

By the way, persoalan bunglon yang sering berubah ini mengingatkan kita dengan tokoh Mystique dalam franchise X-Men. Tokoh ini punya peran yang berbeda-beda sepanjang cerita filmnya.

Mystique yang dalam beberapa film jahat dan jadi mutant kepercayaan Magneto. Pada film yang berbeda, diperlihatkan jadi pengikut Professor X dan menjadi pembela kubu protagonis.

Hmm, jadi bahaya juga ya ABS ini. Jangan-jangan Bung Karno sudah tahu ABS itu akan seperti ini, makanya dia menyebut ABS dengan nama Band Die Brul Apen van BK yang bermakna “monyet-monyet yang terus mengerang dan cecowetan tanpa henti”. Uppsss. Hehehe. (I76)


Hendropriyono Kunci Kuat Intelijen Megawati dan Jokowi?
Exit mobile version