“Try and talk and they ain’t listenin’ but they’ll point it out when you get ignorant” – Dreezy, penyanyi rap asal Amerika Serikat (AS)
Dalam dunia bisnis, menjadi beda mungkin merupakan sebuah keharusan. Dengan keunikan sendiri, sebuah brand dianggap dapat memperoleh identitasnya tersendiri.
Pelajaran bisnis seperti ini mungkin dapat diamati lho dalam sejumlah produk makanan ringan – seperti Oreo. Tanpa memerhatikan secara teliti, kukis berwarna hitam dengan krim vanilla di tengahnya dengan mudah akan selalu kita asosiasikan dengan merek tersebut.
Namun, siapa tahu ya ternyata pelajaran keunikan di dunia bisnis ini juga dapat diterapkan lho di dunia politik. Lagipula, ada juga lho studi yang mempelajari komunikasi dan marketing dalam kancah perpolitikan.
Mungkin, penggunaan taktik seperti ini lagi dilakukan tuh oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Soalnya nih, alih-alih mengikuti Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang menekankan agar Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2021 tidak naik, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tersebut malah tetap menaikkan UMP untuk daerahnya – khusus untuk bisnis-bisnis yang tidak terdampak oleh pandemi Covid-19.
Sontak saja, keputusan Anies ini menuai kritik lho – meskipun dinilai bisa jadi baik untuk kesejahteraan pekerja. Kritik ini datang dari salah satu politikus PDIP yang sekaligus merupakan anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, yakni Gilbert Simanjuntak.
Menurut Gilbert, keputusan ini dibuat hanya agar Anies terlihat berbeda dengan yang lain. Bahkan, pemimpin tertinggi di Pemprov DKI Jakarta tersebut dinilai berusaha membangkang aturan dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Hmm, menanggapi pernyataan politikus PDIP satu ini, mungkin kita perlu mengingatkan nih buat lebih banyak baca berita lagi. Pasalnya, tidak hanya Anies lho yang memutuskan untuk tetap menaikkan UMP.
Beberapa di antaranya adalah Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa, Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah. Uniknya lagi, ada juga lho kader PDIP yang juga melakukan hal serupa, yakni Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo.
Waduh, apa mungkin PDIP kini telah “melupakan” kehadiran Ganjar nih ya? Masa iya bisa lupa? Kan, Gubernur Jateng tersebut sempat menjadi yang paling populer lho di antara nama-nama calon presiden (capres) potensial pada tahun 2024 mendatang. Hehe.
Hmm, masa iya PDIP seperti menerapkan double standard gitu? Kan, kalau mau mengritik kepala daerah yang melawan aturan pusat, harusnya Ganjar juga disebut dong. Hmm.
Apa PDIP ini jadi mirip-mirip dengan Polo di seri Netflix yang berjudul Elite (2018-sekarang)? Soalnya nih, meski kerap merasa bersalah karena menyembunyikan sesuatu dari banyak orang, si Polo ini tetap mendukung lho kebohongan yang dilakukan oleh Cayetana. Hmm, jadi double standard gitu ya.
Terlepas dari itu, bisa aja nih terjadi karena PDIP tengah mempersiapkan Ganjar sebagai salah satu opsi capres yang diajukan pada tahun 2024 mendatang tuh. Pasalnya, nama Gubernur Jateng ini bisa dibilang jadi nama yang terpopuler kini – kecuali bila Puan Maharani mampu “unjuk” pengaruh di kandang partai berlambang banteng itu sendiri sih. Hehe. (A43)