Menjelang 2024, partai-partai politik sudah mulai sibuk membangun koalisi. Namun, ada satu partai yang masih bergeming. Ke mana PDIP akan berlabuh?
“Kita lebih cenderung bekerja sama dengan partai yang memiliki kesamaan ideologi dan platform, serta agenda bagi masa depan tersebut.” – Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP
Menurut Cambridge Dictionary, lone wolf adalah seseorang yang lebih suka untuk melakukan suatu hal sendirian, tanpa orang lain. Idiom ini berasal dari perilaku kawanan serigala yang mengasingkan serigala lainnya. Serigala yang diasingkan ini disebut sebagai lone wolf.
Seiring berjalannya waktu, lone wolf digunakan untuk mendeskripsikan seseorang yang lebih memilih untuk bertindak sendiri. Hal inilah yang sepertinya sedang dilakukan PDIP di tengah hiruk-pikuk per-koalisi-an partai menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Berbagai partai sudah mengumumkan koalisi besutan mereka. Partai Golkar, PAN, dan PPP sudah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) sejak Mei 2022. Partai Gerindra dan PKB juga sudah meresmikan sekretariat bersama. Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS mendeklarasikan Koalisi Perubahan yang mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal capres mereka.
Namun, hingga saat ini, PDIP masih tetap menyendiri. Kenapa ya kira-kira?
Menurut Ivan Doherty dalam tulisannya Coalition Best Practices, terdapat tiga alasan partai membentuk koalisi. Pertama adalah untuk mengamankan suara mayoritas dalam parlemen. Kedua adalah untuk membentuk pemerintahan oposisi yang kredibel. Ketiga adalah untuk mengonsolidasikan dan memaksimalkan dukungan politik saat pemilihan umum (Pemilu).
Poin ketiga adalah alasan yang paling relevan dalam konteks Indonesia saat ini. Sebab, Indonesia menerapkan parliamentary (ambang batas parlemen) dan presidential threshold (ambang batas presiden).
Parliamentary threshold adalah batas minimal perolehan suara partai untuk bisa masuk dalam pembagian kursi di DPR. Parliamentary threshold di Indonesia sebesar 4%. Presidential threshold adalah batas minimal perolehan kursi partai politik di DPR untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden di Pemilu. Presidential threshold di Indonesia sebesar 20%.
Pada Pemilu 2019, terdapat sembilan partai politik yang lolos parliamentary threshold. Adapun perolehan suara sah dan jumlah kursi kesembilan partai politik adalah sebagai berikut:
- PDIP : suara sah 19,33% – 128 kursi (22,26%)
- Gerindra : suara sah 12,57% – 75 kursi (13,57%)
- Golkar : suara sah 12,31% – 85 kursi (14,78%)
- PKB : suara sah 9,69% – 58 kursi (10,09%)
- Nasdem : suara sah 9,05% – 59 kursi (10,26%)
- PKS : suara sah 8,21% – 50 kursi (8,7%)
- Demokrat : suara sah 7,77% – 54 kursi (9,39%)
- PAN : suara sah 6,84% – 44 kursi (7,65%)
- PPP : suara sah 4,52% – 19 kursi (3,3%)
Dari kesembilan partai ini, hanya PDIP yang belum memiliki koalisi untuk Pemilu 2024.
Menjawab pertanyaan tadi, angka-angka di atas menjadi petunjuk alasan PDIP masih sendirian: PDIP tidak butuh koalisi. Jumlah perolehan kursi PDIP di DPR sudah melebihi presidential threshold sehingga sah untuk mengusung capres dan cawapresnya sendiri.
Jika diperhatikan lebih lanjut, delapan partai lainnya memang harus membentuk koalisi untuk mencapai presidential threshold. Total perolehan kursi DPR dari tiap koalisi saat ini adalah: Golkar-PAN-PPP 148 kursi (25,73%), Gerindra-PKB 133 kursi (23,13%), dan NasDem-Demokrat-PKS 163 kursi (28,35%).
Selain persoalan presidential threshold, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa PDIP memiliki pertimbangannya tersendiri dalam menentukan kerja sama yakni kesamaan ideologi, platform, dan agenda.
Yah, sepertinya PDIP belum menemukan partai yang sepandangan dengannya. Boleh jadi, PDIP lebih memilih untuk menyongsong 2024 sendirian.
Apapun pilihannya, saat ini PDIP masih terlihat mengasingkan diri dari koalisi dan partai lainnya. Mungkinkah PDIP akan benar-benar menjadi lone wolf di Pilpres 2024? Kita tunggu saja. Hehe. (A89)