HomeCelotehPartai Politik dan Mahasiswa Abadi

Partai Politik dan Mahasiswa Abadi

Pendirian Partai Mahasiswa Indonesia banyak dikritik karena status mahasiswa sifatnya temporer, sementara partai politik adalah lembaga tetap yang kontinyu. Lantas, apakah mahasiswa tidak bisa mendirikan partai politik? 


PinterPolitik.com

Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Partai Mahasiswa Simbol Runtuhnya Intelektual?, telah dijelaskan bahwa Partai Mahasiswa Indonesia memiliki kontradiksi dalam dirinya. Dalam frasa Latin, kontradiksi ini disebut dengan contradictio in terminis.

Frasa itu digunakan untuk menggambarkan kombinasi kata yang kontras atau berkonflik satu sama lain. Pada gabungan kata “Partai Mahasiswa Indonesia”, ada dua kata yang kontras atau berkonflik, yakni kata “Partai” dan “Mahasiswa Indonesia”. 

Merujuk pada peraturan terbaru, waktu terlama mendapatkan status mahasiswa adalah tujuh tahun. Dengan demikian, status mahasiswa sifatnya sementara atau tidak tetap. Sedangkan partai politik, ia merupakan entitas yang harus tetap agar tujuan politik yang dicanangkannya tercapai.

Jika nantinya Partai Mahasiswa Indonesia benar-benar diisi oleh mahasiswa, mungkin dapat dikatakan keanggotaan partai itu akan terus berganti secara cepat. Seorang anggota paling lama bertahan selama tujuh tahun. Ini tentu buruk bagi eksistensi sebuah partai politik.

Namun, kalau misalnya diminta memberi saran. Ada kelompok mahasiswa yang sepertinya dapat menghidupkan Partai Mahasiswa Indonesia. Mereka adalah para mahasiswa abadi. Di berbagai kampus, kelompok mahasiswa ini hampir pasti dapat ditemukan. Terdapat mahasiswa-mahasiswa yang telah menjadikan kampus sebagai rumah keduanya.

Nah, di titik ini ada secercah harapan. Kalau misalnya Partai Mahasiswa Indonesia benar-benar ingin dijadikan kontinyu, mungkin namanya perlu diganti menjadi Partai Mahasiswa Abadi. Hehe.

Sekarang mungkin pertanyaannya, apakah Eko Pratama sebagai ketua umum partai siap menjadi mahasiswa abadi? Kalau tidak, tentu ganjil melihat kepengurusan partai berubah setiap satu atau dua tahun.

Baca juga :  Effendi Simbolon: Membelah Laut “Merah”?

Sebagai penutup, Eko Pratama dan rekan-rekan mahasiswa lainnya mungkin perlu meresapi pernyataan politisi PDIP Adian Napitupulu pada 2018 lalu. Ungkapnya, “Mahasiswa harus bisa mencium aroma tubuhnya rakyat. Cium keringatnya rakyat. Dan pahami kehidupan mereka.”

Daripada disibukkan dengan pendirian partai politik, mahasiswa seharusnya konsisten berada di garis luar untuk menyuarakan suara-suara rakyat yang tidak didengar. (R53)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...