“Di tengah Pandemik (Covid-19) ini mereka telah berhasil untuk menggolkan UU Batu Bara yang baru. Oligark bener itu karena cuman 6 perusahaan menguasai 70 persen produksi batubara”. – Faisal Basri, Ekonom Senior
PinterPolitik.com
Covid-19 memang mempengaruhi banyak hal, mulai dari persoalan ekonomi, sosial maupun politik. Khusus dalam konteks politik, ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh Covid-19 di pemerintahan banyak negara memang membuat para pemimpinnya pusing tujuh keliling.
Kosovo adalah salah satu negara yang pemerintahannya jatuh saat Covid-19 merebak. Walaupun beberapa pihak menyebutkan bahwa virus tersebut bukanlah sebab utama ketidakstabilan politik di sana, namun jelas Covid-19 menambah pelik persoalan yang ada.
Konteks tekanan itu juga terjadi di negara seperti Amerika Serikat, di mana Presiden Donald Trump menghadapi kritikan yang keras dari masyarakatnya sendiri karena dianggap tidak mampu menangani krisis akibat virus tersebut.
Hal yang serupa juga kini dialami oleh Presiden Jokowi di Indonesia. Kritikan akibat ketidakmampuan pemerintah untuk secara cepat dan tanggap mengantisipasi krisis kesehatan tersebut misalnya, membuat menteri-menteri di kabinet disorot habis-habisan.
Dilarang sama Bu @susipudjiastuti eh malah diizinin sama menteri yang sekarang. #infografis #politik #pinterpolitikhttps://t.co/VnMIQ6EbWk pic.twitter.com/SjTmrnWL2B
— Pinterpolitik.com (@pinterpolitik) June 10, 2020
Hal ini tentu menjadi tekanan politik karena banyak dari menteri tersebut berasal dari partai politik – yang jika dicopot akan melahirkan krisis politik lanjutan akibat terganggunya kestabilan kekuasaan.
Kemudian, beberapa waktu belakangan, Jokowi juga menghadapi tekanan akibat munculnya narasi kudeta yang kuat berhembus di media sosial. Entah siapa yang pertama kali menghembuskan narasi tersebut.
Dan yang terbaru, isu tekanan politik itu disebut-sebut juga berkaitan dengan produk-produk hukum yang dibuat dan diputuskan saat Covid-19 ini. Bahkan, tuduhan yang mengemuka adalah terkait oligarki politik yang berkepentingan di belakang produk-produk hukum tersebut.
Wih, ngeri kali narasinya ya. Tapi, ini bukan narasi yang diungkapkan oleh sembarang orang loh ya. Ada Pak Faisal Basri, salah satu ekonom senior yang reputasinya udah nggak perlu diragukan lagi, yang ngomong tentang itu dalam salah satu webinar.
Pak Faisal bicara soal RUU Minerba yang baru disahkan beberapa waktu lalu yang menurutnya sarat akan kepentingan oligarki di perusahaan batu bara. Ia menyinggung tentang 6 perusahaan tambang batu bara yang menguasai 70 persen pasar batu bara nasional.
Makanya nih banyak yang juga curiga bahwa di balik produk hukum lain yang sedang dibahas di DPR, ada oligarki yang mengintip di sana. Mereka sih nggak takut matanya bintitan ya. Hehehe.
Yang jelas, ini jadi tantangan buat Pak Jokowi. Soalnya, kekuasaan yang dibayang-bayangi oleh oligarki pasti akan menjadi cacat secara legitimasi. Pak Jokowi mungkin memenangkan suara mayoritas masyarakat. Tapi, dalam konteks keberadaan oligarki, hal ini tak membuatnya menjadi penguasa utama dan pemegang kendali penuh atas negara.
Beh, makin ngeri-ngeri sedap nggak tuh. Apalagi, di webinar yang sama, Profesor Jeffrey Winters dari Northwestern University juga menyebutkan bahwa pendanaan kampanye partai politik itu hampir 100 persen dari kantong oligarki. Makin tambah kuat nggak tuh.
Harapannya sih semoga oligarki ini nggak menggoyang kekuasaannya Pak Jokowi. Kalau misalnya, mereka juga ikut di belakang isu-isu macam kudeta dan sejenisnya, wah bisa tambah runyam nanti. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya kayak gimana. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.