HomeCeloteh“OK, Boomer” untuk Kominfo

“OK, Boomer” untuk Kominfo

“You an old n***a. Man, you washed up” – 21 Savage, penyanyi rap kelahiran Inggris


PinterPolitik.com

Ketidakpuasan publik pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tampaknya belum akan habis dalam waktu dekat. Bagaimana tidak? Setelah Menkominfo Johnny G. Plate memaparkan kemajuan teknologi telekomunikasi Indonesia guna menjadi landasan bagi kelompok milenial mengembangkan ekonomi digital, backlash dari warganet pun tak terhindarkan.

Beberapa waktu lalu, dalam kegiatan Indonesia Millenial Summit 2020, Pak Johnny menjelaskan bahwa upaya digitalisasi yang dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah menghasilkan infrastruktur-infrastruktur yang memadai, seperti jaringan Palapa Ring. Bagi beliau, ketersediaan infrastruktur ini perlu diketahui oleh para milenial yang kerap dianggap kunci bagi perkembangan digitalisasi ekonomi.

Namun, tampaknya, para milenial dan generasi Z masih kecewa tuh dengan Kominfo. Pasalnya, pernyataan yang turut diberitakan dalam situs resmi Kominfo itu malah mendapatkan komentar-komentar kritis dari para warganet di Twitter.

Justru, para warganet ngelihat Kominfo lah yang masih belum paham dunia digital. Beberapa bahkan menganggap bahwa para pejabat kementerian ini – berasal dari generasi baby boomers – lah yang tidak kenal dengan dunia digital.

Hmm, masuk akal juga sih. Dalam polemik Netflix misalnya, Kominfo sempat meminta layanan streaming film itu untuk menyaring konten-konten yang dianggap negatif – seperti konten dewasa, serta konten lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Padahal, Netflix sendiri telah menjelaskan kalau aplikasi mereka telah memiliki fitur yang biasa disebut sebagai parental control.

Oh iya, Kominfo beberapa waktu lalu juga berencana untuk menyaring konten Netflix berdasarkan peraturan yang terkandung dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Waduh, Netflix bakal jadi korban UU ITE selanjutnya dong.

“Alergi” Kominfo terhadap konten-konten yang dinilai negatif itu agak-agak mirip ya dengan serial film Netflix yang berjudul Sex Education. Dalam season ke-2 yang baru aja tayang kemarin, dikisahkan bahwa Kepala Sekolah Michael Groff tidak menyukai penampilan teater dari para murid karena dianggap berkonotasi negatif.

Padahal, bagi para murid dan pelatih, drama tersebut merupakan bentuk ekspresi seni. Lagi pula, kisah drama tersebut juga didasarkan pada realita yang ada di sekitar para murid tersebut.

Hmm, menjadi wajar sih apabila para warganet yang merupakan milenial dan generasi Z menjadi kesal pada kementerian yang dipimpin oleh Pak Johnny itu. Ya, semoga saja nasib Kominfo nanti tidak seperti Pak Groff di Sex Education. Hehe.

Mungkin, Pak Johnny bisa belajar dengan salah satu menteri di Kabinet Indonesia Maju yang berasal dari generasi milenial. Soalnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim beberapa waktu lalu kebanjiran pujian lho karena menggandeng Netflix untuk program kementeriannya. Hehe. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  2029 "Kiamat" Partai Berbasis Islam? 
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?