HomeCelotehNasdrun, Ketika Nasdem Dituding Kadrun

Nasdrun, Ketika Nasdem Dituding Kadrun

“Enggak apa-apa. Dalam hidup ini tidak bisa cari orang baik semua. Pasti ada orang tukang usil, iri, dengki, sirik, sombong, tukang fitnah, merasa benar sendiri, dan lain-lain. Itu memang warna dunia” – Effendy Choirie, Ketua Pemenangan Pemilu DPP Partai Nasdem


PinterPolitik.com

Beberapa hari lalu, Ketua Pemenangan Pemilu DPP Partai NasDem Effendy Choirie mengungkapkan bahwa partainya tidak mempersoalkan sebutan “Nasdrun” yang ramai di beberapa platform media sosial.

Sedikit memberikan konteks, narasi Nasdrun ini muncul setelah Nasdem secara resmi mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi calon presiden (capres) 2024 mendatang.

Sebutan Nasdrun paling ramai beredar di platform media sosial Twitter. Bahkan, beberapa cuitan juga dilakukan dengan mengubah logo Nasdem. Nasdrun seolah-olah ingin mengasosiasikan Nasdem dengan “kadrun” alias kadal gurun.

Merespons hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengungkapkan bahwa istilah-istilah semacam cebong, kampret, kadrun, hingga Nasdrun dapat menghadirkan polusi kehidupan politik di Indonesia.

Atmosfer politik sekan menjadi pengap, tidak sehat, dan juga tidak mencerdaskan. Lebih jauh, Viva meramalkan kalau istilah Nasdrun ini akan mempertebal politik identitas agama demi peningkatan elektoral.

Setali tiga uang, kawan PAN di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga ikut berkomentar.

Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyebut politik identitas mungkin tidak bisa dihapuskan tapi bisa kita praktikkan secara sehat. Ia menilai isu identitas ini paling rentan menyerang partai yang berbasis Islam seperti partainya.

nasdem jadi nasdrum
Nasdem Jadi Nasdrun?

Fenomena munculnya Nasdrun ini memperlihatkan setidaknya dua peristiwa yang penting untuk disimak. Pertama, adanya dukungan PAN dan PPP yang seolah bersimpati atas stigma Nasdrun kepada Nasdem.

Baca juga :  Soldiers and Politactical Gambit

Kedua, memunculkan pertanyaan lanjutan. Apakah istilah Nasdrun yang menjadi narasi politik identitas masih “seksi” untuk dimainkan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang?

Anyway, apa yang diperlihatkan PAN dan PPP dapat dimaknai sebagai bentuk dari akrobat politik. Terkesan kedua partai KIB ini menggunakan strategi riding the wave atau “menunggang gelombang”.

Layaknya seorang peselancar yang memanfaatkan ombak untuk mencapai tujuan, isu Nasdrun bisa jadi semacam wave untuk mendekatkan PAN dan PPP kepada  Nasdem yang saat ini terpojokkan dengan narasi negatif itu.

Bisa jadi, ini juga padat dipahami sebagai “kode” untuk Partai Golkar yang sebelumnya memperlihatkan kemesraan dengan PDIP – tepatnya saat pertemuan Airlangga Hartarto dan Puan Maharani, semacam memperlihatkan kalau KIB agak renggang.

Lalu, untuk menjawab politik identitas yang menjadi narasi utama dari sebutan Nasdrun, mungkin sangat sulit untuk dihilangkan sehingga tidak ada jaminan kalau isu politik identitas bisa saja hilang di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti.

Jika dipikir-pikir lagi, sebenarnya politik identitas yang bisa berakibat pada diskriminasi, masih terjadi di berbagai belahan bumi. Sampai-sampai pesan moral terkait hal ini diangkat di salah satu film terbaik Disney, yakni Zootopia (2016).

Seperti judul film ini, Zootopia merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kata zoo dan utopia yang dimaknai  sebagai sebuah kota di mana relasi primitif mangsa memangsa antara kaum mamalia dan predator telah punah karena masyarakatnya digambarkan sudah modern.

Dalam kota yang terkesan harmonis itu, ternyata masih ada ketimpangan berujung pada segregasi rasial dan marginalisasi peran serta akses sosial sehingga slogan “In Zootopia, anyone can be anything” bisa dikatakan hanyalah mitos belaka. Tidak ada yang bisa memerdekakan identitas sosial masing-masing spesies.

Baca juga :  Soldiers and Politactical Gambit

Kembali ke konteks politik identitas yang muncul dalam sebutan Nasdrun, sebenarnya sebutan ini hanyalah metamorfosis dari sebutan-sebutan sebelumnya, seperti kampret, cebong, dan kadrun.

Hmm, pertama dengar sebutan ini, alih-alih mikir ini sebagai bagian dari narasi identitas politik, malah lebih mirip dengan beberapa variasi dari olahan nasi yang biasa kita jumpai, seperti naskun (nasi kuning), nasduk (nasi uduk), dan nasgor (nasi goreng). Atau mungkin sebenarnya ada ya olahan nasi yang disingkat Nasdrun? Hehehe. (I76)


Waspadai Operasi Intelijen Nasdem: Akan Masuk 3 Besar di 2024?
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Ganjar Punya Pasukan Spartan?

“Kenapa nama Spartan? Kita pakai karena kata Spartan lebih bertenaga daripada relawan, tak kenal henti pada loyalitas pada kesetiaan, yakin penuh percaya diri,” –...

Eks-Gerindra Pakai Siasat Mourinho?

“Nah, apa jadinya kalau Gerindra masuk sebagai penentu kebijakan. Sedang jiwa saya yang bagian dari masyarakat selalu bersuara apa yang jadi masalah di masyarakat,”...

PDIP Setengah Hati Maafkan PSI?

“Sudah pasti diterima karena kita sebagai sesama anak bangsa tentu latihan pertama, berterima kasih, latihan kedua, meminta maaf. Kalau itu dilaksanakan, ya pasti oke,”...