“Bukan tidak setuju, kalau capres dan cawapres lawan dua-duanya masuk kabinet, untuk apa ada Pilpres kemarin yang hampir saja membelah Indonesia menjadi dua? Terpikirkan kan enggak sih jika sampai Jokowi-Ma’ruf kalah? Apa yang terjadi dengan kami-kami yang bertarung habis-habisan?” – Irma Suryani Chaniago, Politikus Partai Nasdem
Reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Jokowi beberapa hari lalu masih menyisakan perdebatan panjang. Salah satu yang paling menarik adalah masuknya Sandiaga Uno ke dalam kabinet. Sandi didapuk menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Wishnutama Kusubandio.
Pro dan kontra yang mengemuka utamanya karena status Sandi sebagai cawapres pada Pilpres 2019 lalu. Artinya, dengan dirinya didapuk sebagai menteri, otomatis baik capres maupun cawapres yang bertarung pada Pilpres 2019 lalu, semuanya kini ada di dalam kabinet. Sebelumnya, Prabowo Subianto telah terlebih dahulu menjadi Menteri Pertahanan.
Hmm, ini nih yang dibilang beli 1 dapat 2. Kayak promo-promo akhir tahun yang digelar oleh situs-situs belanja online. Hehehe. Pilih Jokowi-Ma’ruf Amin, dapatnya bonus Prabowo-Sandi.
Baca juga: Kuartet Menteri PKB, Nestapa Nasdem?
Di satu sisi, hal ini memang menunjukkan adanya upaya rekonsiliasi dengan melibatkan lawan pada Pilpres lalu ke dalam pemerintahan. Presiden Jokowi akhirnya jadi punya barisan kekuasaan yang gemuk dan tentu saja memudahkannya untuk mengeksekusi program.
Namun, kritikan yang datang – salah satunya yang paling keras dari Partai Nasdem – menyebutkan bahwa kalau lawan politik di Pilpres lalu masuk ke pemerintahan, maka tak ada gunanya Pilpres tersebut berlangsung. Nggak ada gunanya orang-orang pada berdarah-darah memperjuangkan junjungannya masing-masing. Ujung-ujungnya semuanya akan ada di kabinet.
Tapi, jadi curiga nih kenapa Nasdem sewot dengan keputusan tersebut. Soalnya partai-partai koalisi Presiden Jokowi yang lain anteng-anteng aja tuh menanggapi masuknya Sandi ke kabinet.
Kalau mau dianalisis sih, sudah pasti ini karena Nasdem merasa jatah kursi mereka sebagai partai pendukung harusnya yang diperbanyak. Bukannya malah dikasih ke lawan politik yang saat Pilpres saling bertarung.
Selain itu, ada bisik-bisik nih yang bilang bahwa sedang ada upaya untuk membangun blok baru, yakni Gerindra-Golkar yang disebut-sebut untuk Pilpres 2024 mendatang. Gosip yang beredar – walaupun ini belum bisa dibuktikan kebenarannya – adalah Sandiaga Uno akan dimajukan sebagai capres atau cawapres, bersama dengan Ketum Golkar Airlangga Hartarto.
Dan menariknya, pasangan ini akan didukung oleh Pak Jokowi sendiri yang untuk beberapa waktu terakhir cukup dekat dengan Golkar.
Wih, kalau spekulasi ini benar, maka bisa saja Nasdem sewot gara-gara itu. Soalnya, itu menutup peluang partai yang dipimpin Surya Paloh itu untuk menyodorkan nama dari mereka sendiri untuk Pilpres nanti, yang tentu saja bisa didukung oleh Presiden Jokowi juga.
Apalagi, hubungan Nasdem dengan partai besar lain, misalnya dengan PDIP, juga nggak bagus-bagus amat beberapa waktu terakhir, bahkan cenderung memanas. PDIP misalnya disebut kurang suka dengan cara Nasdem “merebut” kader-kadernya sejak Pilkada 2018 lalu. Artinya koalisi keduanya juga akan sulit terjadi jika tak ada pendinginan suasana.
Beh, sadis nih hitung-hitungan politiknya. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.