Site icon PinterPolitik.com

NasDem Cabut, Jokowi Goyang?

NasDem Cabut, Jokowi Goyang?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem Surya Paloh. (Foto: Liputan6)

“Kalau pun Jokowi mendepak NasDem, hal itu akan dilakukannya pada momentum yang tepat. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat tidak mengaitkan reshuffle kabinet karena NasDem mengusung Anies jadi capres,” – Jamiluddin Ritonga, pengamat politik dari Universitas Esa Unggul


PinterPolitik.com

Berhembus kabar hubungan yang selama ini terjalin antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Partai NasDem mulai tegang – setelah deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) yang dianggap sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap koalisi pemerintah saat ini. 

Merespons hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menawarkan indikator untuk melihat apakah benar hubungan kedua benar-benar tegang atau tidak. 

Jamiluddin menilai indikator yang bisa digunakan atas rumor tersebut adalah reshuffle kabinet. Jika Jokowi melakukan perombakan terhadap menteri-menteri dari NasDem, maka hal itu menjadi pertanda hubungan keduanya tegang. 

Bagi keduanya, memilih untuk mengambil keputusan berpisah akan begitu berat karena kita tahu peran NasDem – khususnya Ketua Umum (Ketum) NasDem Surya Paloh – yang begitu besar dalam mengantarkan Jokowi menjadi presiden. 

Sementara, Jokowi juga perlu mempertimbangkan keseimbangan pemerintahan menjelang akhir masa jabatannya. Bayangkan jika koalisi retak, maka keseimbangan kabinet tentunya akan terganggu. 

Meskipun reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif presiden, jika dilakukan tanpa alasan yang jelas dan logika yang terukur, akan memunculkan antipati dari masyarakat. 

Perlu diakui, kalau selama ini kabinet masih efektif meski kritik begitu deras dari oposisi yang berdengung melalui media sosial (medsos) dan gerakan demonstrasi yang menentang dan memprotes kebijakan pemerintah Jokowi. 

Nah, pada titik ini, Jokowi rasanya akan mempertimbangkan rasionalitas dibandingkan ikut dalam hasutan untuk berkonflik dengan NasDem. 

Apalagi, sebagai seorang politisi yang mempraktikkan pola politik Jawa, Jokowi tentu akan melihat bahwa realitas politik lebih ideal jika tetap harmonis atau seimbang. Kepercayaan akan filosofi Jawa yang merupakan pengalaman pribadinya turut berperan dalam mengambil keputusan politik.

Koalisi NasDem-Demokrat-PKS Bisa Bubar?

Fritz Heider dalam bukunya The Psychology of Interpersonal Relations melihat relasi psikologis – seperti pengalaman akan aturan budaya maupun aturan kelompok akrab seperti keluarga – mampu menciptakan sudut pandang sosial tersendiri bagi seorang individu. 

Lebih lanjut, Haider meyakini bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan untuk menyeimbangkan hubungan dengan objek-objek di sekitarnya. Ini bagian dari bentuk pertahanan diri – artinya seimbang bermakna selamat.

By the way, persoalan cabutnya NasDem dari kabinet tentunya akan berdampak. Ibarat sedang sakit gigi, mungkin apa yang dilakukan oleh NasDem dengn deklarasi Anies akan menimnulkan “peradangan dalam kabinet Jokowi. 

Lantas, apakah karena sakit harus buru-buru NasDem “dicopot” dari kabinet? Padahal, tidak semua gigi sedang sakit”. Mitos mengatakan kalau dokter gigi tiap liat goyang dikit langsung mencabutnya

Masih ada banyak cara yang bisa memperbaiki permasalahan dan tetap menjaga keseimbangan. Mungkin Jokowi perlu melakukan “ perawatan saluran akar gigi” agar NasDem tetap terawat dan memberikan keseimbangan. Hehehe. (I76)


Kenapa Peradaban Barat Bisa Kuasai Dunia?
Exit mobile version